Sabtu, 21 April 2012

Anemia Besi


BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
Sejumlah jenis zat gizi memegang peranan dalam pembentukan darah merah(hemopoiesis). Yang biasa dimaksud dengan pembentukan darah ialah pembentukan arythrocyt dengan hemoglobin didalamnya. Zat-zat gizi yang berperan dalam homopoiesis ialah protein, berbagai vitamin dan mineral. Diantara vitamin-vitamin ialah asam folat,vitamin B12, vitamin C dan Vitamin E, sedangkan di antara mineral ialah fe, Cu, dan mungkin pula Co. yang paling menonjol menimbulkan hambatan homo poiesis ada dua kelompok. a)Vitamin : asam Folat dan vitamin B12, b) Mineral : Fe dan Cu Hanya anemia defisiensi zat besi (Fe) yang mempunyai luas cakupan nasional diIndonesia dan akan dibahas lebih lanjut di makalah ini yang berjudul ³. Anemia defisiensi zat besi memang termasuk problema defisiensi gizi nasional di Indonesia sejak tahun 1988.Anemia ditandai dengan rendahnya konsentrasi hemoglobin (Hb) atau hematokrit nilaiambang batas (referensi) yang disebabkan oleh rendahnya produksi sel darah merah dan Hb,hemolisis, kehilangan darah berlebihan.Masalah gizi remaja perlu mendapat perhatian khusus karena pengaruhnya yang besar terhadap pertumbuhan dan perkembangan tubuh serta dampaknya pada masalah gizi saat dewasa. Saat ini populasi remaja di dunia telah mencapai 1200 juta jiwa Remaja merupakan masa transisi anak dan dewasa. Selama remaja perubahan hormonal mempercepat pertumbuhan. Pertumbuhan lebih cepat dari fase yang lain dalam kehidupan, kecuali fase satu tahun pertama kehidupan (bayi).
Untuk pembahasan lebih lanjut penulis akan memaparkan pada bab-bab selanjutnya.





B.   Rumusan masalah
Rumusan masalah dalam pembahasan ini adalah :
-        Bagaimana proses terjadinya anemia defisiensi zat besi ( Fe ) dan jenis anemia?
-        Apakah Akibat yang ditimbulkan anemia defisiensi zat besi ?
-        Apa saja faktor-faktor yang menyebabkan anemia defisiensi zat besi
-        Dan bagaimanakah terapinya

C.   Tujuan Penulisan
-          Tujuan dari penulisan ini adalah Untuk mengetahui langkah pencegahan anemia defisiensi zat besi
-          Untuk mengetahui proses terjadinya anemia defisiensi zat besi pada tubuh dan jenis anemianya
-          Untuk mengetahui akibat yang ditimbulkan dari anemia defisiensi zat besi




BAB II
PEMBAHASAN


A.   Definisi Anemia Defisiensi Zat Besi ( Fe )
Anemia defisiensi zat besi adalah kondisi dimana seseorang tidak memiliki zat besi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuhnya atau pengurangan sel darah karena kurangnya zat besi.
B.   Etiologi
Defisiensi zat besi terjadi jika kecepatan kehilangan atau penggunaan elemen tersebut melampaui kecepatan asimilasinya. Penurunan cadangan zat besi jika bukan pada anemia yang nyata, biasanya dijumpai pada bayi dan remaja dimana merupakan masa terbanyak penggunaan zat besi untuk pertumbuhan. Neonatal yang lahir dari perempuan dengan defisiensi besi jarang sekali anemis tetapi memang memiliki cadangan zat besi yang rendah. Bayi ini tidak memiliki cadangan yang diperlukan untuk pertumbuhan setelah lahir. ASI merupakan sumber zat besi yang adekuat secara marginal.
Berdasarkan data dari “the third National Health and Nutrition Examination Survey” ( NHANES III ), defisiensi besi ditentukan oleh ukuran yang abnormal dari serum ferritin, transferring saturation, dan/atau erythrocyte protophorphyrin. Kebutuhan zat besi yang sangat tinggi pada laki-laki dalam masa pubertas dikarenakan peningkatan volume darah, massa otot dan myoglobin. Pada wanita kebutuhan zat besi setelah menstruasi sangat tinggi karena jumblah darah yang hilang, rata-rata 20mg zat besi tiap bulan, akan tetapi pada beberapa individu ada yang mencapai 58mg. Penggunaan obat kontrasepsi oral menurunkan jumblah darah yang hilang selama menstruasi, sementara itu alat-alat intrauterin meningkatkan jumlah darah yang hilang selama menstruasi.
            Tambahan beban akibat kehilangan darah karena parasit seperti cacing tambang menjadikan defisiensi zat besi suatu masalah dengan proporsi yang mengejutkan. Penurunan absorpsi zat besi, hal ini terjadi pada banyak keadaan klinis. Setelah gastrektomi parsial atau total, asimilasi zat besi dari makanan terganggu, terutama akibat peningkatan motilitas dan by pass usus halus proximal, yang menjadi tempat utama absorpsi zat besi. Pasien dengan diare kronik atau malabsorpsi usus halus juga dapat menderita defisiensi zat besi, terutama jika duodenum dan jejunum proximal ikut terlibat. Kadang-kadang anemia defisiensi zat besi merupakan pelopor dari radang usus non tropical ( celiac sprue ). Kehilangan zat besi, dapat terjadi secara fisiologis atau patologis,
·         Fisiologis
-     Menstruasi
-     Kehamilan, pada kehamilan aterm, sekitar 900mg zat besi hilang dari ibu
kepada fetus, plasenta dan perdarahan pada waktu partus.
·         Patologis
Perdarahan saluran makan merupakan penyebab paling sering dan selanjutnya anemia defisiensi besi. Prosesnya sering tiba-tiba. Selain itu dapat juga karena cacing tambang, pasien dengan telangiektasis herediter sehingga mudah berdarah, perdarahan traktus gastrourinarius, perdarahan paru akibat bronkiektasis atau hemosiderosis paru idiopatik.
Yang beresiko mengalami anemia defisiensi zat besi:
·         Wanita menstruasi
·         Wanita menyusui/hamil karena peningkatan kebutuhan zat besi
·         Bayi, anak-anak dan remaja yang merupakan masa pertumbuhan yang cepat
·         Orang yang kurang makan makanan yang mengandung zat besi, jarang makan
daging dan telur selama bertahun-tahun.
·         Menderita penyakit maag.
·         Penggunaan aspirin jangka panjang
·         Colon cancer
·         Vegetarian karena tidak makan daging, akan tetapi dapat digantikan dengan
brokoli dan bayam.

C.   Gejala Klinik
Ada banyak gejala dari anemia, setiap individu tidak akan mengalami seluruh gejala dan apabila anemianya sangat ringan, gejalanya mungkin tidak tampak. Beberapa gejalanya antara lain; warna kulit yang pucat, mudah lelah, peka terhadap cahaya, pusing, lemah, nafas pendek, lidah kotor, kuku sendok, selera makan turun, sakit kepala (biasanya bagian frontal).
Defisiensi zat besi mengganggu proliferasi dan pertumbuhan sel. Yang utama adalah sel dari sum-sum tulang, setelah itu sel dari saluran makan. Akibatnya banyak tanda dan gejala anemia defisiensi besi terlokalisasi pada sistem organ ini:
·         Glositis ; lidah merah, bengkak, licin, bersinar dan lunak, muncul secara sporadis.
·         Stomatitis angular ; erosi, kerapuhan dan bengkak di susut mulut.
·         Atrofi lambung dengan aklorhidria ; jarang
·         Selaput pascakrikoid (Sindrom Plummer-Vinson) ; pada defisiensi zat besi jangka panjang.
·         Koilonikia (kuku berbentuk sendok) ; karena pertumbuhan lambat dari lapisan kuku.
·         Menoragia ; gejala yang biasa pada perempuan dengan defisiensi besi.

Satu gejala aneh yang cukup karakteristik untuk defisiensi zat besi adalah Pica, dimana pasien memiliki keinginan makan yang tidak dapat dikendalikan terhadap bahan seperti tepung (amilofagia), es (pagofagia), dan tanah liat (geofagia). Beberapa dari bahan ini, misalnya tanah liat dan tepung, mengikat zat besi pada saluran makanan, sehingga memperburuk defisiensi. Konsekuensi yang menyedihkan adalah meningkatnya absorpsi timbal oleh usus halus sehingga dapat timbul toksisitas timbal
disebabkan paling sedikit sebagian karena gangguan sintesis heme dalam jaringan saraf, proses yang didukung oleh defisiensi zat besi.

D.   Terapi
Defisiensi zat besi berespons sangat baik terhadap pemberian obat oral seperti garam besi (misalnya sulfas ferosus) atau sediaan polisakarida zat besi (misalnya polimaltosa ferosus). Terapi zat besi yang dikombinasikan dengan diit yang benar untuk meningkatkan penyerapan zat besi dan vitamin C sangat efektif untuk mengatasi anemia defisiensi besi karena terjadi peningkatan jumblah hemoglobin dan cadangan zat besi. CDC merekomendasikan penggunaan elemen zat besi sebesar 60 mg, 1-2 kali perhari bagi remaja yang menderita anemia.
Zat besi paling baik diabsorpsi jika dimakan diantara waktu makan. Sayangnya, ketidaknyamanan abdominal, yang ditandai dengan kembung, rasa penuh dan rasa sakit yang kadang-kadang, biasanya muncul dengan sediaan besi ini. Tetapi resiko efek samping ini dapat dikurangi dengan cara menaikkan dosis secara bertahap, menggunakan zat besi dosis rendah, atau menggunakan preparat yang mengandung elemen besi yang rendah, salah satunya glukonat ferosus. ³Kompleks polisakarida zat besi seringkali lebih berhasil dibandingkan dengan garam zat besi, walaupun kenyataannya tablet tersebut mengandung 150 mg elemen zat besi.
BAB III
PENUTUP

A.   Kesimpulan
Ø   Anemia defisiensi zat besi adalah kondisi dimana seseorang tidak memiliki zat besi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuhnya atau pengurangan sel darah karena kurangnya zat besi.
Ø   Yang beresiko mengalami anemia defisiensi zat besi:
-        Wanita menstruasi
-        Wanita menyusui/hamil karena peningkatan kebutuhan zat besi
-        Bayi, anak-anak dan remaja yang merupakan masa pertumbuhan yang cepat
-        Orang yang kurang makan makanan yang mengandung zat besi, jarang makan daging dan telur selama bertahun-tahun.
-        Menderita penyakit maag.
-        Penggunaan aspirin jangka panjang
-        Colon cancer
-        Vegetarian karena tidak makan daging, akan tetapi dapat digantikan dengan brokoli dan bayam.

B.   Saran
Marilah kita membudayakan pola hidup sehat, dengan memperhatikan pola makan secara teratur agar kita dapat mencapai derajat hidup sehat yang bermartabat.





DAFTAR PUSTAKA

·         www.MamasHealth.com, information about iron deficiency anemia
·         Stang J, Story M (eds) Guidelines for Adolescent Nutrition Services (2005), http://www.epi.umn.edu/let/pubs/adol_book.shtm
·         Harrison, Isselbacher, Braunwald, Wilson, Martin, Fauci, Kasper; PRINSIPPRINSIP
·         Ilmu Penyakit Dalam edisi 13, volume 3; 1919-1921; penerbit buku kedokteran EGC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar