Senin, 16 April 2012

PUASA


BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG MASALAH

Puasa merupakan salah satu rukun Islam.Di dalam Al-Quran ada 2 kata, yaitu SHIYAM dan SHAUM. Kedua-duanya berasal dari kata yang sama, yang artinya menahan. Orang yang menahan diri disebut Shaim.
SHAUM di dalam Al-Quran berarti menahan diri untuk tidak bicara, sedangkan,SHIYAM di dalam Al-Quran berarti menahan diri dari hal-hal yang buruk menurut Allah
Seringkali kata dalam Al-Quran tapi pemaknaannya dipersempit oleh hokum (fiqh). Seperti shalat, sebenarnya bermakna doa. Tapi dalam hukum (fiqh) itu adalah gerakan tertentu yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam. Menurut fiqh, walaupun tidak khusyu tapikalau sudah melakukan gerakan2 tertentu yg diawali takbir dan diakhiri salam, maka sudah bisadikatakan itu shalat. Namun sebetulnya menurut AlQuran, dia belum shalat yang sesungguhnya.
Hukum hanya mengatur yang nampak saja, tapi tidak mengatur yang esensi.Begitu juga dengan makna SHIYAM. Shiyam menurut hukum adalah tidak makan,minum dan seks sejak terbit matahari sampai terbenam matahari. Tapi sebenarnya makna dalam Al-Quran adalah bukan hanya sampai di situ, tapi juga menahan diri dari segala yang buruk.
Untuk apa SHIYAM ?Kata Allah dalam Al-Quran, adalah agar kita menjadi “Tattaqun”.Surat Al-Baqarah ayat 183. Apa arti Tattaqun ?Tattaqun adalah “kamu menjadi orang-orang yang terhindar dari segala bencana, musibah baik di dunia maupun di akhirat kelak”.
Zakat, infaq, dan shodaqoh mengajarkan kepada kita satu hal yang sangat esensial, yaitu bahwa Islam mengakui hak pribadi setiap anggota masyarakat, tetapi juga menetapkan bahwa didalam kepemilikan pribadi itu terdapat tanggung jawab social atau dalam kata lain bahwa Islam dengan ajarannya sangat menjaga keseimbangannya antara maslahat pribadi dan maslahat social.
Zakat merupakan salah satu pokok agama yang sangat penting dan strategis dalam Islam, karena zakat adalah rukun Islam ketiga setelah syahadat dan shalat. Jika shalat berfungsi untuk membentuk keshalihan dari sisi pribadi seperti mencegah diri dari perbuatan keji dan munkar, maka zakat berfungsi membentuk keshalihan dalam sistem sosial kemasyarakatan seperti memberantas kemiskinan, menumbuhkan rasa kepedulian dan cinta kasih terhadap golongan yang lebih lemah. Pembentukan keshalihan pribadi dan keshalihan dalam sistem masyarakat inilah salah satu tujuan diturunkannya Risalah Islam sebagai rahmatallil ‘alamin oleh Allah SWT kepada manusia.
Dengan zakat, Allah SWT menghendaki kebaikan kehidupan manusia dengan ajaran-Nya agar hidup tolong menolong, gotong royong dan selalu menjalin persaudaraan. Adanya perbedaan harta, kekayaan dan status sosial dalam kehidupan adalah sunatullah yang tidak mungkin dihilangkan sama sekali. Bahkan adanya perbedaan status sosial itulah manusia membutuhkan antara satu dengan lainnya. Dan zakat (juga infaq dan shadaqah) adalah salah satu instrumen paling efektif untuk menyatukan umat manusia dalam naungan kecintaan dan kedamaian hidupnya di dunia, untuk menggapai kebaikan di akhirat
B.    RUMUSAN MASALAH

Dari latar belakang masalah yang penulis uraikan, banyak permasalahan yang penulis dapatkan. Permasalahan tsb antara lain :
1. Apa makna dari puasa ?
2. Bagaimana hubungan puasa dalam kaitannya dengan kesehatan?
3. Apa makna dari zakat dan infak?
4. Bagaimana cara pembagian zakat?

C.   TUJUAN PENULISAN

Adapun tujuan penulisan Makalah ini adalah Untuk memenuhi salahsatu tugas kelompok mata kuliah AL-ISLAM KEMUHAMMADIYAHAN IV.































BAB II
PEMBAHASAN

A.    PUASA
A.1. Pengertian Puasa
Puasa ialah menahan diri dari makan dan minum serta melakukan perkara-perkara yang boleh membatalkan puasa mulai dari terbit fajar sehingga terbenamnya matahari.
a.    Hukum puasa terbagi tiga yaitu :
Ø Wajib – Puasa pada bulan Ramadhan.
Ø Sunat – Puasa pada hari-hari tertentu.
Ø Haram – Puasa pada hari-hari yang dilarang berpuasa.
b.    Syarat Wajib Puasa
Ø Beragama Islam
Ø Baligh (telah mencapai umur dewasa)
Ø Berakal
Ø Berupaya untuk mengerjakannya.
Ø Sehat
Ø Tidak musafir
c.    Rukun Puasa
Ø Niat mengerjakan puasa pada tiap-tiap malam di bulan Ramadhan(puasa wajib) atau hari yang hendak berpuasa (puasa sunat). Waktu berniat adalah mulai daripada terbenamnya matahari sehingga terbit fajar.
Ø Meninggalkan sesuatu yang membatalkan puasa mulai terbit fajar sehingga masuk matahari.
d.   Syarat Sah Puasa
Ø Beragama Islam
Ø Berakal
Ø Tidak dalam haid, nifas dan wiladah (melahirkan anak) bagi kaum wanita
Ø Hari yang sah berpuasa.
e.    Sunat Berpuasa
Ø Bersahur walaupun sedikit makanan atau minuman
Ø Melambatkan bersahur
Ø Meninggalkan perkataan atau perbuatan keji
Ø Segera berbuka setelah masuknya waktu berbuka
Ø Mendahulukan berbuka daripada sembahyang Maghrib
Ø Berbuka dengan buah tamar, jika tidak ada dengan air
Ø Membaca doa berbuka puasa
f.     Perkara Makruh Ketika Berpuasa
Ø Selalu berkumur-kumur
Ø Merasa makanan dengan lidah
Ø Berbekam kecuali perlu
Ø Mengulum sesuatu
g.    Hal Yang Membatalkan Puasa
Ø Memasukkan sesuatu ke dalam rongga badan
Ø Muntah dengan sengaja
Ø Bersetubuh atau mengeluarkan mani dengan sengaja
Ø kedatangan haid atau nifas
Ø Melahirkan anak atau keguguran
Ø Gila walaupun sekejap
Ø Mabuk ataupun pingsan sepanjang hari
Ø Murtad atau keluar daripada agama Islam
h.    Hari Yang Disunatkan Berpuasa
Ø Hari Senin dan Kamis
Ø Hari putih (setiap 13, 14, dan 15 hari dalam bulan Islam)
Ø Hari Arafah (9 Zulhijjah) bagi orang yang tidak mengerjakan haji
Ø Enam hari dalam bulan Syawal
i.      Hari Yang Diharamkan Berpuasa
Ø Hari raya Idul Fitri (1 Syawal)
Ø Hari raya Idul Adha (10 Zulhijjah)
Ø Hari syak (29 Syaaban)
Ø Hari Tasrik (11, 12, dan 13 Zulhijjah)
A.2.  Macam-Macam Puasa
iMenurut para ahli fiqih, puasa yang ditetapkan syariat ada 4 (empat) macam, yaitu puasa fardhu, puasa sunnat, puasa makruh dan puasa yang diharamkan.
1.      Puasa Fardhu
Puasa fardhu adalah puasa yang harus dilaksanakan berdasarkan ketentuan syariat Islam. Yang termasuk ke dalam puasa fardhu antara lain:
a.       Puasa Bulan Ramadhan
Puasa dalam bulan Ramadhan dilakukan berdasarkan perintah Allah SWT dalam Al-Qur’an sebagai berikut :
- yâ ayyuhal-ladzîna âmanûkutiba ‘alaykumush-shiyâmu kamâ kutiba ‘alal-ladzîna min qoblikum la’allakum tattaqûn –
Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu terhindar dari keburukan rohani dan jasmani (QS. Al Baqarah: 183).
- syahru Romadhônal-ladzî unzila fîhil-qurânu hudal-lin-nâsi wa bayyinâtim-minal-hudân wal-furqôn(i). Faman syahida min(g)kumusy-syahro falyashumh(u). wa man(g) kâna marîdhon aw ‘alâ safari(g) fa’iddatum-min ayyâmin ukhor. Yurîdullohu bikumul-yusro wa lâ yurîdu bikumul-‘usro wa litukmilul-‘iddata walitukabbirulloha ‘alâ mâ hadâkum wa la’allakum tasykurûn -
“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al Baqoroh: 185)
b.      Puasa Kafarat
Puasa kafarat adalah puasa sebagai penebusan yang dikarenakan pelanggaran terhadap suatu hukum atau kelalaian dalam melaksanakan suatu kewajiban, sehingga mengharuskan seorang mukmin mengerjakannya supaya dosanya dihapuskan, bentuk pelanggaran dengan kafaratnya antara lain :
Ø  Apabila seseorang melanggar sumpahnya dan ia tidak mampu memberi makan dan pakaian kepada sepuluh orang miskin atau membebaskan seorang roqobah, maka ia harus melaksanakan puasa selama tiga hari.
Ø  Apabila seseorang secara sengaja membunuh seorang mukmin sedang ia tidak sanggup membayar uang darah (tebusan) atau memerdekakan roqobah maka ia harus berpuasa dua bulan berturut-turut (An Nisa: 94).
Ø  Apabila dengan sengaja membatalkan puasanya dalam bulan Ramadhan tanpa ada halangan yang telah ditetapkan, ia harus membayar kafarat dengan berpuasa lagi sampai genap 60 hari.
Ø  Barangsiapa yang melaksanakan ibadah haji bersama-sama dengan umrah, lalu tidak mendapatkan binatang kurban, maka ia harus melakukan puasa tiga hari di Mekkah dan tujuh hari sesudah ia sampai kembali ke rumah. Demikian pula, apabila dikarenakan suatu mudharat (alasan kesehatan dan sebagainya) maka berpangkas rambut, (tahallul) ia harus berpuasa selama 3 hari.
Ø  Menurut Imam Syafi’I, Maliki dan Hanafi:Orang yang berpuasa berturut-turut karena Kafarat, yang disebabkan berbuka puasa pada bulan Ramadhan, ia tidak boleh berbuka walau hanya satu hari ditengah-tengah 2 (dua) bulan tersebut, karena kalau berbuka berarti ia telah memutuskan kelangsungan yang berturut-turut itu. Apabila ia berbuka, baik karena uzur atau tidak, ia wajib memulai puasa dari awal lagi selama dua bulan berturut-turut.[1]


c.       Puasa Nazar
Puasa Nazar Adalah puasa yang tidak diwajibkan oleh Tuhan, begitu juga tidak disunnahkan oleh Rasulullah saw., melainkan manusia sendiri yang telah menetapkannya bagi dirinya sendiri untuk membersihkan (Tazkiyatun Nafs) atau mengadakan janji pada dirinya sendiri bahwa apabila Tuhan telah menganugerahkan keberhasilan dalam suatu pekerjaan, maka ia akan berpuasa sekian hari. Mengerjakan puasa nazar ini sifatnya wajib. Hari-hari nazar yang ditetapkan apabila tiba, maka berpuasa pada hari-hari tersebut jadi wajib atasnya dan apabila dia pada hari-hari itu sakit atau mengadakan perjalanan maka ia harus mengqadha pada hari-hari lain dan apabila tengah berpuasa nazar batal puasanya maka ia bertanggung jawab mengqadhanya.

2.      Puasa Sunnat
Puasa sunnat (nafal) adalah puasa yang apabila dikerjakan akan mendapatkan pahala dan apabila tidak dikerjakan tidak berdosa. Adapun puasa sunnat itu antara lain :

a.       Puasa 6 (enam) hari di bulan Syawal
Bersumber dari Abu Ayyub Anshari r.a. sesungguhnya Rasulallah saw.  bersabda: “ Barang siapa berpuasa pada bulan Ramadhan, kemudian dia menyusulkannya dengan berpuasa enam hari pada bulan syawal , maka seakan – akan dia berpuasa selama setahun”.[2]
b.      Puasa Tengah bulan (13, 14, 15) dari tiap-tiap bulan Qomariyah
Pada suatu hari ada seorng Arabdusun datang pada Rasulullah saw. dengan membawa kelinci yang telah dipanggang. Ketika daging kelinci itu dihidangkan pada beliau maka beliau saw. hanya menyuruh orang-orang yang ada di sekitar beliau saw. untuk menyantapnya, sedangkan beliau sendiri tidak ikut makan, demikian pula ketika si arab dusun tidak ikut makan, maka beliau saw. bertanya padanya, mengapa engkau tidak ikut makan? Jawabnya “aku sedang puasa tiga hari setiap bulan, maka sebaiknya lakukanlah puasa di hari-hari putih setiap bulan”. “kalau engkau bisa melakukannya puasa tiga hari setiap bulan maka sebaiknya lakukanlah puasa di hari-hari putih yaitu pada hari ke tiga belas, empat belas dan ke lima belas.[3]
c.       Puasa hari Senin dan hari Kamis.
Dari Aisyah ra. Nabi saw. memilih puasa hari senin dan hari kamis. (H.R. Turmudzi)[4]
d.      Puasa hari Arafah (Tanggal 9 Dzulhijjah atau Haji)
Dari Abu Qatadah, Nabi saw. bersabda: “Puasa hari Arafah itu menghapuskan dosa dua tahun, satu tahun yang tekah lalu  dan satu tahun yang akan datang” (H. R. Muslim)[5]
e.       Puasa tanggal 9 dan 10 bulan Muharam.
Dari Salim, dari ayahnya berkata: Nabi saw. bersabda: Hari Asyuro (yakni 10 Muharram) itu jika seseorang menghendaki puasa, maka berpuasalah pada hari itu.[6]
f.       Puasa nabi Daud as. (satu hari bepuasa satu hari berbuka)
Bersumber dari Abdullah bin Amar ra. dia berkata : Sesungguhnya Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya puasa yang paling disukai oleh Allah swt. ialah puasa Nabi Daud as. sembahyang yang paling d sukai oleh Allah ialah sembahyang Nabi Daud as. Dia tidur sampai tengah malam, kemudian melakukan ibadah pada sepertiganya dan sisanya lagi dia gunakan untuk tidur, kembali Nabi Daud berpuasa sehari dan tidak berpuasa sehari.”[7]
Mengenai masalah puasa Daud ini, apabila selang hari puasa tersebut masuk pada hari Jum’at atau dengan kata lain masuk puasa pada hari Jum’at, hal ini dibolehkan. Karena yang dimakruhkan adalah berpuasa pada satu hari Jum’at yang telah direncanakan hanya pada hari itu saja.
g.      Puasa bulan Rajab, Sya’ban dan pada bulan-bulan suci
Dari Aisyah r.a berkata: Rasulullah saw. berpuasa sehingga kami mengatakan: beliau tidak berbuka. Dan beliau berbuka sehingga kami mengatakan: beliau tidak berpuasa. Saya tidaklah melihat Rasulullah saw. menyempurnakan puasa sebulan kecuali Ramadhan. Dan saya tidak melihat beliau berpuasa lebih banyak daripada puasa di bulan Sya’ban.[8]

3.       Puasa Makruh
Menurut fiqih 4 (empat) mazhab, puasa makruh itu antara lain :
a.       Puasa pada hari Jumat secara tersendiri
Berpuasa pada hari Jumat hukumnya makruh apabila puasa itu dilakukan secara mandiri.Artinya, hanya mengkhususkan hari Jumat saja untuk berpuasa.
Dari Abu Hurairah ra.berkata: “Saya mendengar Nabi saw. bersabda: “Janganlah kamu berpuasa pada hari Jum’at, melainkan bersama satu hari sebelumnya atau sesudahnya.” [9]
b.      Puasa sehari atau dua hari sebelum bulan Ramadhan
Dari Abu Hurairah r.a dari Nabi saw. beliau bersabda: “Janganlah salah seorang dari kamu mendahului bulan Ramadhan dengan puasa sehari atau dua hari, kecuali seseorang yang biasa berpuasa, maka berpuasalah hari itu.”[10]
c.       Puasa pada hari syak (meragukan)
Dari Shilah bin Zufar berkata: Kami berada di sisi Amar pada hari yang diragukan Ramadhan-nya, lalu didatangkan seekor kambing, maka sebagian kaum menjauh. Maka ‘Ammar berkata: Barangsiapa yang berpuasa hari ini maka berarti dia mendurhakai Abal Qasim saw.[11]

4.      Puasa Haram
Puasa haram adalah puasa yang dilarang dalam agama Islam.Puasa yang diharamkan. Puasa-puasa tersebut antara lain:
a.       Puasa pada dua hari raya
Dari Abu Ubaid hamba ibnu Azhar berkata: Saya menyaksikan hari raya (yakni mengikuti shalat Ied) bersama Umar bin Khattab r.a, lalu beliau berkata:”Ini adalah dua hari yang dilarang oleh Rasulullah saw. Untuk mengerjakan puasa, yaitu hari kamu semua berbuka dari puasamu (1 Syawwal) dan hari yang lain yang kamu semua makan pada hari itu, yaitu ibadah hajimu.[12](Shahih Bukhari, jilid III, No.1901).
b.      Puasa seorang wanita dengan tanpa izin suami
Dari Abu Hurairah ra.dari Nabi saw. bersabda: “Tidak boleh seorang wanita berpuasa sedangkan suaminya ada di rumah, di suatu hari selain bulan Ramadhan, kecuali mendapat izin suaminya.”[13](Sunan Ibnu Majah, jilid II, No.1761)

A.3.  Puasa Dalam Kaitannya Dengan Kesehatan

1.  Kesehatan Dalam Islam
Makna dan dimensi kesehatan dalam Islam :
Ø  Pengertian integral kesehatan meliputi :
§ Kesehatan tubuh (body health)
§ Kesehatan mental (mental health)
§ Kesehatan moral (moral health)
§ Kesehatan spiritual (spiritual health)
Ø  Kesehatan dipengaruhi tiga jenis faktor : (faktor konstitusional, faktor lingkungan, faktor perilaku)
Ø  Dua tujuan pengobatan : Menghambat penyakit,memelihara dan mempromosikan kesehatan

2.  Puasa Dan Kesehatan Badan
Ø  Puasa bulan ramadhan biasanya 14 jam sehari sampai 29-30 hari
Ø  Penelitian mirip puasa dilakukan FG. Benedict th 1915 terhadap puasawan malta.(mereka merasa sehat & bergairah)
Ø  Dr. Alan colt dari USA , manfaat puasa :
§ Fisik lebih baik,
§ batin atau rohani terasa bersih,
§ Tekanan darah dan kadar kolesterol terkontrol,
§ nafsu sexual terkendali
§ Mengendurkan ketegangan
§ Menajamkan perasaan
§ Mampu menguasai diri
§ Menghambat proses penuaan
§ Meningkatkan daya tahan tubuh
Ø  Penemuan ini didukung Dr. Yuri Nikolayef dari Rusia : “Dgn berpuasa kemampuan fisik menjadi lebih muda, baik fisik /mental
Ø  Berpuasalah kamu supaya kamu sehat (Hadist)
Ø  “ Dan makan minumlah, dan jangan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tdk menyukai orang yg berlebih-lebihan” (QS. 7 :31)
Ø  (adalah umat) yg makan hanya bila kami merasa lapar, dan bila makan, kami tiadalah sampai kenyang (Al-Hadist)
Ø  Perut ini adalah rumah segala penyakit dan penjagaan atas makanan adalah permulaan pengobatan. Permulaan segala penyakit adalah mengisi perut berlebih-lebihan (Al-Hadist)

3.    Puasa Dan Kesehatan Mental
Ø  Puasa juga perjuangan menahan emosi dan mengendalikan seluruh organ tubuh dari melakukan hal yg dimurkai Allah
Ø  Rasul mangatakan “ Innii shooimun”
Ø  Puasa, melatih kesabaran dan menjadikan hidup bermakna. Rasulullah bersabda :”Puasa adalah separoh kesabaran” (HR At Tirmidziy).
Ø  Marah akan meningkatkan hormon katekolamin , hormon ini akan memacu jtg, menegangkan otot, menaikkan tensi dimana hal ini akan mempercepat penuaan
Ø  EQ (emotional quotion) lebih menentukan keberhasilan hidup
Ø  Puasa obat dari problem cemas dan putus asa
Ø  “ Ingatlah ! Hanya dengan mengingat Allah SWT sajalah hati itu akan menjadi tenang “

4.    Puasa Dan Produktivitas Sosial
Ø  Hadist : “Sebaik-baik manusia, adalah yg terbanyak memberikan manfaat pada manusia”
Ø  Memperbaiki aspek sosial dari banyak sisi :
§ Rasa lapar, meningkatkan kepekaan
§ Kedisiplinan puasa merasa diawasi oleh Allah
§ Rangsangan ibadah sunnah, membuat lebih dekat kepada Allah
§ Zakat fitrah memantapkan kepedulian terhadap sesama
Ø  “ Apabila orang-orang mengetahui nilai lebih Ramadhan, mereka akan berharap agar semua bulan dijadikan sebagai bulan Ramadhan.” (HR. Ibnu Huzaimah).

B.       ZAKAT DAN INFAQ
B.1.Pengertian  Zakat
Zakat Ditinjau dari segi bahasa, kata zakat mempunyai beberapa arti, yaitu al-barakatu “keberkahan”, al namaa “pertumbuhan dan perkembangan”, ath-thaharatu :kesucian”, dan ash-shalahu “keberesan”. Sedangkan secara istilah yaitu, bahwa zakat itu adalah bagian dari harta dengan persyaratan tertentu, yang Allah SWT mewajibkan kepada pemiliknya, untuk diserahkan kepada yang berhak menerimanaya, dengan persyaratan tertentu pula.
Hubungan antara pengertian zakat menurut bahasa dan menurut istilah, sangat nyata dan erat sekali, yaitu bahwa harta yang dikeluarkan zakatnya akan menjadi berkah, tumbuh, berkembang dan bertambah, suci dan beres (baik). Sedangkan menurut terminologi syari'ah (istilah syara'), zakat berarti kewajiban atas harta atau kewajiban atas sejumlah harta tertentu untuk kelompok tertentu dalam waktu tertentu.
B.2.   Macam-macam Zakat dan Nishabnya
Secara garis besar, zakat terbagi menjadi 2 macam, yaitu :
a.    Zakat Mal (zakat harta), yang meliputi :
Ø Barang kekayaan seperti emas, perak, permata
Ø Tijarah/perniagaan
Ø Peternakan
Ø Tumbuh-tumbuhan (hasil pertanian/perkebunan)
Ø Barang tambang dan temuan
Ø Sebaian pendapatan atau hasil propesi
b.    Zakat nafs, yaitu zakat yang dikeluarkan atas jiwa manusia yang dinamakan dengan zakat fitri/fitrah (zakat yang ditunaikan berkenaan dengan telah selesainya mengerjakan ibadah puasa pada bulan ramadhan).

1.    Zakat Mal
Untuk melaksanakan zakat mal perlu memperhatikan persyaratan tentang nisab (batas kekayaan yang dikenakan wajib zakat). Di samping itu perlu juga memperhatikan mengenai ketentuan kadar zakat yang harus dikeluarkan.
Berikut ini diuraikan ketentuan pelaksanaan zakat mal untuk masing-masing jenis.
a.    Barang kekayaan
Ø Emas: Nisab 94 gram, haul 1tahun, dan kadar zakat 2,5%
Ø Perak: Nisab 672 gram, haul 1 tahun, dan kadar zakat 2,5%
Ø Permata: Nisab senisali dengan emas yaitu 94 gram emas, haul 1 tahun, kadar zakat 2,5%
Ø Rumah dan tanah(untuk yang wajib dizakati): Senilai 94 gram emas, Haul 1 tahun
Ø Kendaraan (yang wajib dizakati): Nisab senilai 94 gram emas, haul 1 tahun, kadar 2,5 %
Ø Uang simpanan, deposito, surat berharga: nisab senilai 94 gram emas, haul 1 tahun, kadar 2,5%
b.    Tijarah (harta perniagaan).
Ø nisab senilai 94 gram emas
Ø haul 1 tahun
Ø kadar 2,5%. (adi)
c.    Binatang ternak
Ø Kambing, domba (biri-biri) Hisab 40 ekor Haul 1 tahunkadar zakat: 40 sampai 120 zakatnya 1 ekor, 121 sampai 200 ekor zakatnya 2 ekor, 201 sampai 300 ekor zakatnya 3 ekor. Atau untuk jelasnya setiap bertambah 100 ekor zakatnya bertambah 1 ekor pula.
Ø Sapi, kerbau dan kuda: nisab 30 ekor, haul 1 tahun, kadar zakat 30 sampai 39 ekor umur 1 tahun zakatnya 1 ekor(berumur 1 tahun), 40 s.d 49 ekor zakatnya 2 ekor umurnya 2 tahun, 60 s.d 69 ekor zakatnya 3 ekor (berumur 1 tahun). Setiap tambah 10 ekor zakatnya tambah 1 ekor umurnya 2 tahun.
Ø Binatang ternak lainnya: Nisabnya sama dengan 94 gram emas, haul 1 tahun dan kadar zakatnya 2,5 %.
d.   Tumbuh-tumbauhan (hasil pertaniaan, kebun): Nisabnya senilai 759 kg beras atau 1.350 kg gabah, haul 1 tahun dan kadarnya 5 % jika perairan sulit dan 10 % jika pengairannya mudah.
e.    Barang tamang,temuan (rikaz): nisabnya senilai 94 gram emas, haulnya 1 tahun dan kadar zakatnya 20 %.
f.     Hasil profesi : nisabnya senilai 94 gram emas, haul 1 tahun, dan kadar zakatnya 2,5 %.

2.    Zakat Nafs
Zakat nafs dibayarkan sebanyak 2,5 Kq Makanan pokok. Batas waktunya adalah sejak awal Ramadhan hingga sebelum dilaksanakan Shalat ID.

B.3.  Mustahik Dan Masalah Amil

1.    Yang berhak menerima zakat itu ada 8 golongan, landasannya :

إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاء وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِّنَ اللّهِ وَاللّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS At Taubah: 60)
a.    Fakir adalah orang yang tidak memiliki batas minimum kekayaan untuk keperluan pokok bagi dirinya dan anak-anaknya seperti tempat tinggal, sandang, pangan atau keperluan lain yang tidak dapat diabaikan
b.    Miskin adalah orang-orang fakir yang manahan dirinya dari berbuat meminta hingga keadaannya tidak diketahui umum.
c.    Amilin adalah orang-orang yang ditugaskan oleh Imam, kepala pemerintahan untuk mengumpulkan zakat termasuk juga orang-orang yang mengurus administrasinya. Mereka hendaknya diambil dari kaum muslimin dan bukan dari golongan yang tidak dibenarkan menerima zakat, yaitu keluarga Rasul (Bani Hasyim dan Bani Abdul Muththalib)
d.   Muallaf adalah golongn yang diusahakan merangkul dan menarik serta mengukuhkan hati mereka dalam keislaman disebabkan belum mantapnya keimanan mereka.
e.    Budak belian
f.     Gharimin adalah orang-orang yang dibebani hutang dan ia kepayahan dalam membayarnya.
g.    Fi Sabilillah adalah jalan menyampaikan kepada keridhaan Allah, baik berupa ilmu atau amal. Jumhur ulama berpendapat, yang dimaksud ialah tentara atau laskar sukarela yang turut membela Agama Islam tetapi tidak mendapatkan gaji dari pemerintah. Di masa sekarang ini, menafkahkan fi sabilillah diantaranya ialah membiayai dan menyiapkan penyebar-penyebar agama Islam dan mengirim mereka ke pelosok-pelosok dengan perbekalan dana yang cukup. Termasuk juga di dalamnya membiayai sekolah-sekolah dan para pengajarnya.
h.    Ibnu Sabil adalah orang yang kehabisan bekal dalam perjalanannya dan perjalanannya bukan untuk kemaksiatan.

2.    Metoda penyampaian zakat kepada 8 golongan
a.    Pendapat pertama adalah berdasarkan Surat At Taubah :60 diatas:  “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin,…” dan seterusnya maka zakat yang telah dikumpulkan harus dibagikan kepada semua pihak tersebut secara menyeluruh dan tidak boleh meninggalkan/melewatkan satu golongan pun dlam ayat itu (pendapat Imam Syafi’i)
b.    Pendapat kedua adalah ayat di atas hanya untuk menjelaskan dan membedakan jenis-jenis orang yang berhak menerima zakat, bukan untuk menyatakan berserikat sehingga kewajiban zakat telah terpenuhi bila zakat yang telah terkumpulkan hanya diberikan kepada satu atau beberapa golongan saja tergantung kondisi social di masyarakat itu mana yang lebih prioritas. Menyalurkan zakat secara merata kepada delapan golongan tersebut maka disamping menyulitkan (apalagi bila zakat yang terkumpul hanya sedikit) juga sasaran zakat menjadi tidak tercapai optimal (pendapat Jumhur ulama)

3.    Pihak atau orang yang terlarang menerima zakat
a.    Orang-orang kafir dan golongan atheis
b.    Bani Hasyim atau keluarga Nabi
c.    Orang tuanya & anak-anaknya. Alasannya ialah karena telah menjadi kewajiban bagi pembayar zakat untuk memberi nafkah kepada mereka (keluarganya). Kewajiban berzakat tidak menggugurkan kewajiban memberikan nafkah.
d.   Istrinya. Alasannya seperti di atas
4.    Masalah Amil
Yang dimaksud dengan amil zakat adalah mereka yang melaksanakan segala kegiatan urusan zakat, mulai dari para pengumpul sampai kepada bendahara dan para penjaganya. Juga mulai dari pencatat sampai kepada penghitung yang mencatat keluar masuknya zakat, dan membagi kepada para mustahiknya.
Sedangkan mengutip dari Tim Penyusun IMZ ( 2002: 101) yang dimaksud amil zakat adalah mereka yang diangkat oleh penguasa atau badan untuk mengurus zakat.
Dari kedua pendapat di atas, bisa ditarik kesimpulan bahwa amil zakat adalah orang yang ditugaskan penguasa untuk menghimpun, menyalurkan kepada yang berhak serta membuat catatan atas kegiatan tersebut. Maka seorang amil zakat hendaknya adalah orang yang pandai dan tahu tentang masalah zakat.

Adapun yang menjadi persyaratan untuk menjadi amil zakat adalah:
Ø   Hendaklah ia seorang muslim
Ø  Hendaklah petugas zakat itu seorang muakallaf
Ø   Petugas zakat itu hendaklah seorang yang jujur
Ø   Memahami hukum – hukum zakat
Ø   Kemampuan untuk melakukan tugas
Ø   Disyaratkan laki-laki
Ø   Sebagian ulama mensyaratkan iaseorang mukallaf bukanseorang hamba

a.    Bagian Yang Menjadi Hak Amil
Mengutip tulisan Qardawi dalam bukunya “Hukum Zakat”(2002), riwat dari Syafi’i, disebutkan bahwa amilin diberi zakat sebesar bagian kelompok yang lain karena didasarkan pada pendapatannya yang menyamakan bagian semua golongan mustahik zakat. Kalau upah tersebut lebih besar dari bagian tersebut, haruslah diambilkan dari harta di luar zakat.
Sedangkan yang lebih umum diketahui bahwa yang menjadi bagian amil zakat adalah 1/8 atau 12,5% dari penerimaan zakat. Adapun hal tersebut tidak boleh melebihi dari yang ditetapkan.

b.    Jika Amil Dianggap Sebagai Profesi
Bahwa setiap orang yang mempunyai pekerjaan atau keahlian profesional tertentu, baik yang dilakukan sendiri maupun yang dilakukan bersama dengan orang/ lembaga lain, yang mendatangkan penghasilan serta telah memenuhi nisab maka ia wajib mengeluarkan zakat.
Dalam hal ini amil adalah orang yang melakukan pekerjaan dan mempunyai keahlian dalam urusan zakat dan ia dapat berupa lembaga dan ia mendapatkan penghasilan/ upah dari pekerjaan tersebut, maka jika dikaitkan dengan pengertian zakat profesi di atas, amil harus mengeluarkan zakat dari penghasilannya jika telah memenuhi nisab.
Tanpa memandang ia sebagai mustahik atau pun mempunyai pekerjaan lain, jika kita menitik beratkan pada pendapatan/penghasilannya sebagai amil yang merupakan haknya 1/8, terdapat kemungkinan potensi besar uang yang diterimanya jika penerimaan dana zakat besar.
Kita mengambil contoh, berdasarkan laporan Ketua Umum Badan Amil Zakat Daerah kabupaten Lombok Timur, Lalu Gaffar Ismail, dana zakat yang terhimpun hingga Desember 2003, berjumlah sebesar Rp. 2, 6 milliar. Jika kita mengambil bagian untuk Amil sebesar 12,5 %, maka nominal zakat yang menjadi hak amil adalah:
12, 5% x Rp. 2.600.000.000 = Rp. 325.000.000
Kita asumsikan jumlah amil dalam lembaga tersebut berjumlah 40 orang yang wajib menerima bagian. Maka kita akan menghitung bagian satu orang amil (jika asumsi dibagi rata) adalah:
Rp. 325.000.000 : 40 = Rp. 8. 125.000
Jumlah tersebut merupakan hak yang diterima seorang amil untuk satu tahun yang jika dibagi tanpa memandang jabatan sebagai apapun. Maka jumlah tersebut telah mencapai nisab zakat sebesar 2,5 %
Maka dalam hal ini sangat wajar jika amil mengeluarkan zakat atas penghasilan tersebut.

c.    Jika Tidak Dianggap Sebagai Profesi
Jika tidak dianggap sebagai profesi maka kita akan menilai potensi lain yang dapat disumbangkan oleh penghasilan amil tersebut. Masih contoh yang sama, jika seandainya asumsi kita amil tersebut mempunyai pekerjaan tetap, maka jumlah Rp. 8.125.000 per tahun tersebut kita alokasikan kepada mustahik lainnya, maka berapa orang mustahik lagi yang bisa tertolong ?
Kita asumsikan yang dapat memberikan bagian 1/8 tersebut sekitar 30 orang. Dan tiap orang mampu membagi dua rata jumlah tersebut pada dua fakir. Maka jumlah fakir yang dapat ditolong adalah:
30 x 2 = 60 orang.
Sungguh hal tersebut merupakan suatu hal yang sangat menggembirakan.
Maka dari analisa yang sangat sederhana di atas kita bisa mengatakan bahwa sangat pantaslah jika seandainya amil masih menerima bagiannya untuk membayarkan zakat atas penghasilannya sebagai amil zakat. Tapi jika hal tersebut dilarang syari’at maka setidaknya para lembaga amil zakat bertindak seperti LAZ DKI Jakarta yang mengalokasikan pelaksanaan bagiannya dengan mengalihkan kepada sektor fakir-miskin dan sektor fisabilillah karena amil sendiri mendapat gaji dari APBD.
B.4.  Pembagian Zakat
1.    Syarat-syarat Kekayaan yang Wajib di Zakati Antara lain:
a.    Milik Penuh Artinya harta tersebut berada dalam kontrol dan kekuasaanya secara penuh, dan dapat diambil manfaatnya secara penuh. Harta tersebut didapatkan melalui proses pemilikan yang dibenarkan menurut syariat Islam, seperti : usaha, warisan, pemberian negara atau orang lain dan cara-cara yang sah. Sedangkan apabila harta tersebut diperoleh dengan cara yang haram, maka zakat atas harta tersebut tidaklah wajib, sebab harta tersebut harus dibebaskan dari tugasnya dengan cara dikembalikan kepada yang berhak atau ahli warisnya.
b.    Berkembang Artinya harta tersebut dapat bertambah atau berkembang bila diusahakan atau mempunyai potensi untuk berkembang.
c.    Cukup Nishab Artinya harta tersebut telah mencapai jumlah tertentu sesuai dengan ketetapan syara'. sedangkan harta yang tidak sampai nishabnya terbebas dari Zakat dan dianjurkan mengeluarkan Infaq serta Shadaqah.
d.   Lebih Dari Kebutuhan pokok adalah kebutuhan minimal yang diperlukan seseorang dan keluarga yang menjadi tanggungannya, untuk kelangsungan hidupnya. Artinya apabila kebutuhan tersebut tidak terpenuhi yang bersangkutan tidak dapat hidup layak. Kebutuhan tersebut seperti kebutuhan primer atau kebutuhan hidup minimum, misal, belanja sehari-hari, pakaian, rumah, kesehatan, pendidikan, dsb.
e.    Bebas Dari hutang adalah Orang yang mempunyai hutang sebesar atau mengurangi senishab yang harus dibayar pada waktu yang sama (dengan waktu mengeluarkan zakat), maka harta tersebut terbebas dari zakat.
f.     Berlalu Satu Tahun (Al-Haul Maksudnya adalah bahwa pemilikan harta tersebut sudah belalu (mencapai) satu tahun. Persyaratan ini hanya berlaku bagi ternak, harta simpanan dan perniagaan. Sedangkan hasil pertanian, buah-buahan dan rikaz (barang temuan) tidak ada syarat haul.

2.    Sasaran Pembagian Zakat
Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya zakat-zakat ini, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, untuk orang-orang yang berhutang, untuk di jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana." (At-Taubah:60).
Ibnu Katsir r.a. ketika menafsirkan ayat ini dalam kitab tafsirnya II: 364 mengatakan,  “Tatkala Allah SWT menyebutkan penentangan orang-orang munafik yang bodoh itu atas penjelasan Nabi saw. dan mereka mengecam Rasulullah mengenai pembagian zakat, maka kemudian Allah SWT menerangkan dengan gamblang bahwa Dialah yang membaginya. Dialah yang menetapkan ketentuannya, dan Dialah pula yang memproses ketentuan-ketentuan zakat itu, sendirian, tanpa campur tangan siapapun. Dia tidak pernah menyerahkan masalah pembagian ini kepada siapapun selain Dia. Maka Dia membagi-bagikannya kepada orang-orang yang telah disebutkan dalam ayat di atas.
Pakar tafsir kenamaan Ibnu Katsir menegaskan bahwa para ulama’ berbeda pendapat mengenai delapan kelompok ini, apakah mereka harus mendapatkan bagian semua, ataukah boleh diberikan kepada sebagian di antara mereka ? Dalam hal ini, ada dua pendapat :
a.       Pendapat pertama, mengatakan bahwa zakat itu harus dibagikan kepada semua delapan kelompok itu. Ini  adalah pendapat Imam Syafi’I dan sejumlah ulama’ yang lain.
b.      Pendapat kedua, menyatakan bahwa tidak harus dibagikan kepada mereka semua, boleh saja, dibagikan pada satu kelompok saja diantara mereka, seluruh zakat diberikan kepada kelompok tersebut, walaupun ada kelompok-kelompok yang lain. Ini adalah pendapat Imam Malik dan sejumlah ulama’ salaf dan khalaf, di antara mereka ialah Umar bin Khatab, Hudzifah Ibnul Yaman, Ibnu Abbas Abul’Aliyah, Sa’id bin Jubair, Maimun bin Mahcar, Ibnu Jarir mengatakan, “Ini adalah pendapat mayoritas ahli ilmu. Oleh karena itu, penulis, (Abdul ‘Azhim bin Badawi) menyebutkan semua kelompok yang berhak menerima zakat di sini hanyalah untuk menjelaskan pengertian masing-masing kelompok, bukan karena keharusan memberikan zakat itu kepada semuanya.
Imam Ibnu Katsir mengatakan, bahwa ia akan menyebutkan hadits –hadits yang bertalian dengan masing-masing dari delapan kelompok kita:

1.    Kelompok pertama ; Orang-orang fakir
Dari Abdullah Ibnu Umar bin al-Ash r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Zakat tidak halal bagi orang yang kaya dan tidak (pula) bagi orang yang sehat dan kuat,” (Shahih : Shahihul Jami’ no: 7251, Tirmidzi II: 81 no: 647, ‘Aunul Ma’bud V:42 no:1618, dan Abu Hurairah meriwayatkannya lihat Ibnu Majah I:589 no: 1839 dan Nasa’i V:39).
Dari Ubaidillah bin ‘Adi bin al-Khiyar r.a. bahwa ada dua orang sahabat mengabarkan kepadanya bahwa  mereka berdua pernah menemui Nabi saw. meminta zakat kepadanya, maka Rasulullah memperhatikan mereka berdua dengan seksama dan Rasulullah mendapatkan mereka sebagai orang-orang yang gagah. Kemudian Rasulullah bersabda, “Jika kamu berdua mau, akan saya beri, tetapi (sesungguhnya) orang yang kaya dan orang yang kuat berusaha tidak mempunyai bagian untuk menerima zakat,” (Shahih : Shahih Abu Daud no: 1438, ‘Aunul Ma’bud V: 41 serta Nasa’i   V:99).
2.    Kelompok kedua; Orang-Orang Miskin
Dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Orang miskin itu bukanlah mereka yang berkeliling minta-minta agar diberi sesuap dua suap makanan dan satu biji kurma,” (Kemudian) para sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, (kalau begitu) siapa yang dimaksud orang miskin itu?” Jawab Beliau, “Salah mereka yang yang hidupnya tidak berkecukupan dan dia tidak punya kepandaian untuk itu, lalau diberi shadaqah, dan mereka tidak mau minta-minta kepada orang lain.” (Muttafaqun ‘alaih:Muslim II : 719 no:1039 dan lafadz baginya, Fathul Bari III : 341 no: 1479, Nasa’i V:85 dan Abu Daud V:39 no: 1615).
3.    Kelompok ketiga: Para Amil Zakat
Mereka adalah orang-orang yang bertugas menarik dan mengumpulkan zakat. Mereka berhak mendapatkan bagian dari zakat, namun mereka tidak boleh berasal dari kalangan kerabat Rasulullah saw. yang haram menerima zakat. Hal ini ditegaskan oleh hadits shahih riwayat Imam Muslim dan lain-lain :
Dari Abdul Mutthalib bin Rabi’ah al Harits bahwa ia pernah berangkat di Fadhl bin al Abbas r.a. menghadap Rasulullah saw. lalu memohon kepada beliau agar mereka diangkat sebagai penarik dan pengumpul zakat. Maka (kepada mereka). Beliau bersabda, “Sesungguhnya zakat itu tidak halal bagi keluarga Muhammad dan tidak (pula) bagi keluarga Muhammad; karena zakat itu adalah kotoran (untuk mensucikan diri) manusia.” (Shahih ; Shahihul Jami’ no:1664, Muslim II : 752 no:1072, ‘Aunul Ma’bud VIII: 205.(Imam Nawawi berkata, “Ma’na AUSAKHUN NAAS ialah zakat itu sebagai pembersih harta benda dan jiwa mereka, sebagaimana yang ditegaskan Allah Ta’ala, “Pungutlah sebagian dari harta benda mereka sebagai zakat yang mensucikan mereka dan membersihkan (jiwa) mereka.“ Jadi zakat adalah pembersih kotoran. Lihat Syarah Muslim VII:251).
4.    Kelompok keempat : Orang-orang Muallaf
Kelompok muallaf ini terbagi menjadi beberapa bagian.
a.    Orang yang diberi sebagian zakat agar kemudian memeluk Islam. Sebagai misal Nabi saw. pernah memberi Shafwan bin Umayyah sebagian dari hasil rampasan perang Hunain, dimana waktu itu ia ikut berperang bersama kaum Muslimin:
"Nabi saw. selalu memberi kepada hingga beliau menjadi orang yang paling kucintai, setelah sebelumnya beliau menjadi orang yang paling kubenci." (Shahih : Mukhtashar Muslim no: 1558, Muslim II:754 no:168 dan 1072, ‘Aunul Ma’bud VIII: 205-208 no: 2969, dan Nasa’i V:105-106).
b.    Golongan orang yang diberi zakat dengan harapan agar keislamannya kian baik dan hatinya semakin mantap.
Seperti pada waktu perang Hunain juga,ada sekelompok prajurit beserta pemukanya diberi seratus unta, kemudian Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya aku benar-benar memberi zakat kepada seorang laki-laki, walaupun selain dia lebih kucintai daripadanya (laki-laki tersebut) karena khawatir Allah akan mencampakkannya ke (jurang) neraka Jahanam.” (Muttafaqun ‘alaih : Fathul Bari I: 79 no:27, Muslim I:132 no:150, ‘Aunul Ma’bud XII : 440 no:4659, dan Nasa’i  VIII:103).
Dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim disebutkan dari Abu Sa’id r.a. bahwa Ali r.a. pernah diutus menghadap kepada Nabi saw. dari Yaman dengan membawa emas yang masih berdebu, lalu dibagi oleh beliau saw. kepada empat orang (pertama) al-Aqra’ bin Habis, (kedua) Uyainah bin Badr, (ketiga) ‘Alqamah bin ‘Alatsah, dan (keempat) Zaid al-Khair, lalu Rasulullah bersabda, “Aku menarik hati mereka.” (Muttafaqun ‘alaih : Fathul Bari III: 67 no:4351, Muslim II:741 no:1064, ‘Aunul Ma’bud XIII : 109 no:4738).
c.    Bagian ini ialah orang-orang muallaf yang diberi zakat lantaran rekan-rekan mereka yang masih diharapkan juga memeluk Islam.
d.   Mereka yang mendapat bagian zakat agar menarik zakat dari rekan-rekannya, atau agar membantu ikut mengamankan kaum Muslimin yang sedang bertugas di daerah perbatasan. Wallahu a’lam.
Apakah muallaf sepeninggal Nabi saw. masih berhak mendapatkan bagian dari zakat ?
Ibnu Katsir r.a. mengatakan bahwa dalam hal ini ada perbedaan pendapat di kalangan ulama’ bahwa para muallaf tidak usah diberi bagian dari zakat setelah beliau wafat, karena Allah telah memperkuat agama Islam dan para pemeluknya serta telah memberi kedudukan yang kuat kepada mereka di bumi dan telah menjadikan hamba-hambaNya tunduk pada mereka (kaum muslimin).
Kelompok yang lain berpendapat, bahwa para muallaf itu tetap harus diberi, karena Rasulullah saw. pernah memberi mereka zakat setelah penaklukan kota Mekkah dan penaklukan Hawazin, zakat ini kadang-kadang amat dibutuhkan oleh mereka, sehingga mereka harus mendapat alokasi bagian dari zakat.
5.    Kelompok kelima :Untuk memerdekakan Budak
Diriwayatkan dari al-Hasan al-Bashri, Muqatil bin Hayyan, Umar bin Abdul Aziz, Sa’id bin Jubair, an-Nakha’i, az-Zuhri, Ibnu  Zaid bahwa yang dimaksud riqab, bentuk jama’ dari raqabah “budak belian” ialah hamba mukatab (hama yang telah menyatakan perjanjian dengan tuannya bilamana sanggup menghasilkan harta dengan nilai tertentu dia akan dimerdekakan, pent). Diriwayatkan juga pendapat yang semisal dengan pendapat tersebut dari Abu Musa al-Asy’ari, dan ini adalah pendapat Imam Syafi’i dan al-Lain.
Ibnu Abbas dan al-Hasan berkata, “Tidak mengapa memerdekakan budak belian dengan uang dari zakat.” Ini juga menjadi pendapat Mazhab Imam Ahmad, Imam Malik, dan Imam Ishaq. Yaitu bahwa kata riqab lebih menyeluruh ma’nanya daripada sekedar memberi zakat kepada hamba mukatab, atau sekedar membeli budak lalu dimerdekakan.
Ada banyak hadits yang menerangkan besarnya pahala memerdekakan budak, dan Allah SWT untuk setiap anggota badan budak tersebut memerdekakan satu anggota badan orang yang memerdekakannya dari api neraka, sampai untuk kemaluan sang budak Allah memerdekakan kemaluan orang yang memerdekakannya. Sebagaimana yang ditegaskan dalam hadits berikut :
Dari Abu Hurairah r.a. ia berkata, aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa yang telah memerdekakan seorang budak mukmin, niscaya Allah dengan setiap anggota badannya akan membebaskannya anggota badan (orang yang memerdekakannya) dari api neraka, hingga orang itu memerdekakan (masalah) kemaluan dengan kemaluan.” (Shahih : Shahihul Jami’us Shaghir no:6051, Tirmidzi III:49 no: 1581).
Hal itu tidak lain, karena balasan suatu amal perbuatan sejenis dengan amal yang dilakukannya. Allah berfirman, “Dan  kamu  tidak  diberi pembalasan, melainkan apa yang telah kamu lakukan." (QS.ash-Shaffat.39).
6.    Kelompok keenam : Orang-orang yang Berhutang
Mereka terbagi menjadi beberapa bagian : Pertama, orang yang mempunyai tanggungan atau dia menjamin suatu hutang lalu menjadi wajib baginya untuk melunasinya kemudian meludeskan seluruh hartanya karena hutang tersebut; kedua, orang yang bangkrut; ketiga, orang yang berhutang untuk menutupi hutangnya; dan keempat, orang yang berlumuran maksiat, lalu bertaubat. Maka mereka semua layak menerima bagian dari zakat.
Dasar yang menjadikan pijakan untuk masalah ini ialah hadits dari Qubaishah bin Mukhariq al-Hilali r.a. ia berkata, Aku pernah mempunyai tanggungan (untuk mendamaikan dua pihak yang bersengketa), kemudian aku datang kepada Rasulullah saw. menanyakan perihal beban tanggungan itu. Maka Beliau bersabda, “Tegakkanlah, hingga datang zakat untuk kuberikan kepadamu!” Rasulullah saw. melanjutkan sabdanya, “Ya Qubaishah sesungguhnya meminta-minta itu tidak halal, kecuali bagi tiga golongan: (Pertama) orang-orang yang memikul beban untuk mendamaikan dua pihak yang bersengketa, maka dihalalkan baginya meminta, sampai berhasil mendapatkannya, sehingga berhenti memintanya. (Kedua), orang yang tertimpa kebingungan yang sangat, karena rusaknya harta bendanya, maka kepadanya dihalalkan meminta zakat, sehingga ia mendapatkan kekuatan untuk menutupi kebutuhan hidupnya. (Ketiga), orang yang mendapatkan kesulitan hidup hingga tiga orang dari pemuka kaumnya berdiri (lalu bertutur), bahwa kesulitan hidup telah menimpa si fulan, maka baginya dihalalkan meminta hingga mempunyai kekuatan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Maka tidak ada hak bagi selain yang tiga kelompok itu untuk meminta wahai Qubaishah!”  (Shahih : Mukhtashar Muslim no: 568, Muslim II: 722 no:1044, ‘Aunul Ma’bud V:49 no: 1624, dan Nasa’i  V:96).
7.    Kelompok ketujuh :  fi sabilillah ialah para mujahid sukarelawan yang tidak memiliki bagian atau gaji yang tetap dari kas negara.
Menurut Imam Ahmad, al-Hasan al-Bashri dan Ishaq bahwa menunaikan ibadah haji termasuk fi sabilillah. Menurut hemat penulis Syaikh Abdul ‘Azhim bin Badawi, tiga imam itu mendasarkan pendapatnya pada hadits berikut :
Dari Ibnu Abbas r.a. berkata bahwa Rasulullah saw. bermaksud hendak menunaikan ibadah haji. Lalu ada seorang wanita berkata kepada suaminya (tolong) hajikanlah aku bersama Rasulullah saw.” Maka jawabnya, “Aku tidak punya biaya untuk menghajikanmu.“ Ia berkata (lagi) kepada suaminya, “(Tolong) hajikanlah diriku dengan biaya dari menjual untamu (yang berasal dari zakat) si fulan itu.” Maka jawabnya, “Itu diperuntukkan fi sabilillah Azza Wa Jalla.” Kemudian sang suami datang menghadap Rasulullah saw. lalu bertutur, “(Ya Rasulullah), sesungguhnya isteriku menyampaikan salam kepadamu; dan ia meminta kepadaku agar ia bisa menunaikan ibadah haji bersamamu. Ia mengatakan, kepadaku, “(Tolong) hajikanlah aku dengan biaya dari hasil menjual untamu (yang berasal dari zakat) si fulan itu,’ Lalu saya jawab, “Itu diperuntukkan fi sabilillah,’ “Maka Rasulullah saw. bersabda, “Ketahuilah sesungguhnya, kalau engkau menghajikannya dengan biaya berasal dari hasil tersebut, berarti fi sabilillah juga).” (Hasan Shahih : Shahih Abu Daud no : 1753, ‘Aunul Ma’bud V:465 no : 1974, Mustadrak Hakim I: 183, dan Baihaqi VI: 164).
8.    Kelompok kedelapan : Ibnu Sabil
Adalah seorang yang musafir melintas di suatu negeri tanpa membawa bekal yang cukup untuk kepentingan perjalanannya, maka dia pantas mendapat alokasi dari bagian zakat yang cukup hingga kembali ke negerinya sendiri, meskipun ia seorang yang mempunyai harta.
Demikian juga hukum yang diterapkan kepada orang yang mengadakan safar dari negerinya ke negeri orang dan dia ia tidak membawa bekal sedikitpun, maka ia berhak diberi bagian dari zakat yang sekiranya cukup untuk pulang dan pergi. Adapun dalilnya ialah ayat enam puluh surah at-Taubah dan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud dan Ibnu Majah.
Dari Ma’mar dari Yasid bin Aslam, dari ‘Atha’ bin Yassar dari Abi Sa’id r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Zakat tidak halal bagi orang yang kaya, kecuali bagi lima (kelompok): (pertama) orang kaya yang menjadi amil zakat, (kedua) orang kaya yang membeli barang zakat dengan harta pribadinya, (ketiga) orang yang berutang; (keempat) orang kaya yang ikut berperang di jalan Allah, (kelima) orang miskin  yang mendapat bagian zakat, lalu dihadiahkannya kembali kepada orang kaya,” (Shahih: Shahihul Jami’us Shaghir no: 7250, ‘Aunul Ma’bud V : 44 no : 1619, dan Ibnu Majah I: 590 no :1841).
Sumber: Diadaptasi dari 'Abdul 'Azhim bin Badawi al-Khalafi, Al-Wajiz Fi Fiqhis Sunnah Wal Kitabil 'Aziz, atau Al-Wajiz Ensiklopedi Fikih Islam dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah Ash-Shahihah, terj. Ma'ruf Abdul Jalil (Pustaka As-Sunnah), hlm. 439 – 448.
B.5.  Infaq Dan Shadaqah
Infaq yaitu mengeluarkan (menafkahkan, membelanjakan) sebagian harta yang kita miliki baik untuk kepentingan diri sendiri, keluarga, maupun kepentingan pihak lain sesuai dengan kemampuan kita masing-masing, semata-mata mengharap ridhlo Allah dan kebaikan hidup di akhirat nanti.
Infaq ada yang wajib dan ada yangsunnah. Infaq wajib diantaranya zakat, kafarat, nadzar, dll. Infak sunnah diantara nya, infak kepada fakir miskin sesama muslim, infak bencana alam, infak kemanusiaan, dll. Terkait dengan infak ini Rasulullah SAW bersabda dalam hadits yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim ada malaikat yang senantiasa berdo'a setiap pagi dan sore : "Ya Allah SWT berilah orang yang berinfak, gantinya. Dan berkata yang lain : "Ya Allah jadikanlah orang yang menahan infak, kehancuran".
Zakat, baik berupa zakat harta maupun zakat fitrah, merupakan shadaqah wajib. Di samping shadaqah wajib itu, agama Islam juga sangat menganjurkan agar kita suka mengeluarkan shadaqahsunnah atau derma sesuai dengan kemampuan masing-masing, baik kepada orang-orang tertentu maupun untuk kepentingan umum. Di dalam masyarakat kiata, pengertian yang terakhir inilah (derma, shadaqahsunnah) yang dimaksudkan dengan istilah shadaqah.
Dengan demikian, pengertian shadaqah yaitu memberikan sebagian harta yang kita miliki kepada pihak lain secara sukarela, semata-mata mengharap pahala atau kebaikan di akhirat. Orang yang gemar dan suka berderma atau mengeluarkan shadaqah, biasa disebut dermawan. Mengeluarkan shadaqah (sedekah) harus semata-mata ikhlas karena Allah dan tidak menyakiti atau menyinggung perasaan orang yang menerima shadaqah tersebut.



BAB III
PENUTUP

A.      KESIMPULAN

1.    Puasa ialah menahan diri dari makan dan minum serta melakukan perkara-perkara yang boleh membatalkan puasa mulai dari terbit fajar sehingga terbenamnya matahari.
2.    Penelitian yang dilakukan Dr. Alan colt dari USA , manfaat puasa :
§  Fisik lebih baik
§  Batin atau rohani terasa bersih
§  Tekanan darah dan kadar kolesterol terkontrol
§  Nafsu sexual terkendali
§  Mengendurkan ketegangan
§  Menajamkan perasaan
§  Mampu menguasai diri
§  Menghambat proses penuaan
§  Meningkatkan daya tahan tubuh
3.    Hubungan antara pengertian zakat menurut bahasa dan menurut istilah, sangat nyata dan erat sekali, yaitu bahwa harta yang dikeluarkan zakatnya akan menjadi berkah, tumbuh, berkembang dan bertambah, suci dan beres (baik). Sedangkan menurut terminologi syari'ah (istilah syara'), zakat berarti kewajiban atas harta atau kewajiban atas sejumlah harta tertentu untuk kelompok tertentu dalam waktu tertentu.
Infaq yaitu mengeluarkan (menafkahkan, membelanjakan) sebagian harta yang kita miliki baik untuk kepentingan diri sendiri, keluarga, maupun kepentingan pihak lain sesuai dengan kemampuan kita masing-masing, semata-mata mengharap ridhlo Allah dan kebaikan hidup di akhirat nanti.
4.    Harta (maal) yang Wajib di Zakati Antara lain:
a.    Binatang Ternak
b.    Emas Dan Perak
c.    Barang Perniagaan/Perdagangan,
d.   Hasil Pertanian
e.    Kekayaan Laut
f.     Rikaz/ Barang temuan

B.       SARAN

Dengan terselesainya makalah ini diharapkan sangat bermanfaat untuk kita semua dan menjadikan penambahan perbendaraan kita tentang AL-ISLAM KEMUHAMMADIYAHAN IV.Dengan ini penulis harapkan saran dan kritikannya yang sifatnya membangun guna penyusunan makalah berikutnya lebih baik dari sebelumnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar