Senin, 14 Mei 2012

Vaginosis Bakterial


BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
Bakterial vaginosis adalah sindrom klinik akibat pergantian Lactobacillus Spp penghasil hidrogen peroksida (H2O2) yang merupakan flora normal vagina dengan bakteri anaerob dalam konsentrasi tinggi (contoh: Bacteroides Spp, Mobilincus Spp), Gardnerella vaginalis, dan Mycoplasma hominis. Jadi, bakterial vaginosis bukan suatu infeksi yang disebabkan oleh suatu organisme, tetapi timbul akibat perubahan kimiawi dan pertumbuhan berlebih dari bakteri yang berkolonisasi di vagina. Awalnya infeksi pada vagina hanya disebut dengan istilah vaginitis, di dalamnya termasuk vaginitis akibat Trichomonas vaginalis dan akibat bakteri anaerob lain berupa Streptococcus dan Bacteroides sehingga disebut vaginitis nonspesifik. Setelah Gardner menemukan adanya spesies baru yang akhirnya disebut Gardnerella vaginalis, istilah vaginitis nonspesifik pun mulai ditinggalkan. Berbagai penelitian dilakukan dan hasilnya disimpulkan bahwa Gardnerella melakukan simbiosis dengan berbagai bakteri anaerob, sehingga menyebabkan manifestasi klinis vaginitis, diantaranya termasuk dari golongan Mobilincus, Bacteriodes, Fusobacterium, Veilonella, dan golongan Eubacterium, misalnya Mycoplasma hominis, Ureaplasma urealyticum dan Streptococcus viridans.
Aktivitas seksual diduga mempunyai peranan dalam hal timbulnya bakterial vaginosis, bagaimanapun melakukan hubungan seksual bebas dan berganti-ganti pasangan akan meningkatkan resiko wanita itu mendapat bakterial vaginosis.
Pemeriksaan yang dilakukan terhadap wanita dengan bakteriologis vagina normal dan wanita dengan bakterial vaginosis, ditemukan bakteri aerob dan bakteri anaerob pada semua perempuan. Lactobacillus adalah organisme dominan pada wanita dengan sekret vagina normal dan tanpa vaginitis. Lactobacillus biasanya ditemukan 80-95 % pada wanita dengan sekret vagina normal. Sebaliknya, Lactobacillus ditemukan 25-65 % pada bakterial vaginosis.
            Jika dibiarkan berlarut-larut infeksi vaginitis bakterialis tersebut bisa membahayakan kehamilannya. Tak hanya dapat menyebabkan persalinan prematur (prematuritas), vaginitis bakterialis pada kehamilan juga dapat menyebabkan ketuban pecah sebelum waktunya serta kelahiran bayi dengan berat lahir rendah (kurang dari 2500 gram).
Itu sebabnya, sangat diajurkan pada ibu hamil agar segera melakukan pemeriksaan kehamilan tatkala mendapatkan dirinya mengalami keputihan. Apalagi jika keputihan tersebut mulai timbul gejala gatal yang sangat hingga cairan berbau.
B.   Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penulisan ini adalah
-       Menjelaskan tentang Pengertian Vaginosis bakterial
-       Memberikan gambaran tentang Diagnosis, Etiologi, Epidemiologi, Gambaran Klinis, Prognosis, serta Patogenesis pada bahasan vaginosois itu sendiri.

C.   Tujuan Penulisan
Untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen mata kuliah



BAB II
PENJELASAN UMUM PENYAKIT

A.   Pengertian Vaginosis bakterial
Vaginosis bakterial adalah keadaan abnormal pada ekosistem vagina yang di-sebabkan bertambahnya pertumbuhan flora vagina bakteri anaerob menggantikan Lactobacillus yang mempunyai konsentrasi tinggi sebagai flora normal vagina.
Awalnya infeksi pada vagina hanya disebut dengan istilah vaginitis, di dalamnya termasuk vaginitis akibat Trichomonas vaginalis dan akibat bakteri anaerob lain berupa Peptococcus dan Bacteroides, sehingga disebut vaginitis nonspesifik. Setelah Gardner menemukan adanya spesies baru yang akhirnya disebut Gardnerella vaginalis, istilah vaginitis nonspesifik pun mulai ditinggalkan. Ber¬bagai penelitian dilakukan dan hasilnya disimpulkan bahwa Gardnerella melakukan simbiosis dengan berbagai bakteri anaerob sehingga menyebabkan manifestasi klinis vaginitis, di antaranya termasuk dari golongan Mobiluncus, Bacteroides, Fusobacterium, Veilonella, dan golongan Eubacterium, misalnya Mycoplasma hominis, Ureaplasma urealyticum, dan Streptococcus viridans.
            Gardnerella vaginalis sendiri juga merupakan bakteri anaerob batang gram variable yang mengalami hiperpopulasi sehingga menggantikan flora normal vagina dari yang tadinya bersifat asam menjadi bersifat basa. Perubahan ini terjadi akibat berkurangnya jumlah Lactobacillus yang menghasilkan hidrogen peroksida. Lactobacillus sendiri merupakan bakteri anaerob batang besar yang membantu menjaga keasaman vagina dan menghambat mikroorganisme anaerob lain untuk tumbuh di vagina.
B.   Epidemiologi
Penyakit bakterial vaginosis lebih sering ditemukan pada wanita yang memeriksakan kesehatannya daripada vaginitis jenis lainnya. Frekuensi bergantung pada tingkatan sosial ekonomi penduduk pernah disebutkan bahwa 50 % wanita aktif seksual terkena infeksi G. vaginalis, tetapi hanya sedikit yang menyebabkan gejala sekitar 50 % ditemukan pada pemakai AKDR dan 86 % bersama-sama dengan infeksi Trichomonas.
Pada wanita hamil, penelitian telah didokumentasikan mempunyai prevalensi yang hampir sama dengan populasi yang tidak hamil, berkisar antara 6%-32%.31 Kira-kira 10-30% dari wanita hamil akan mendapatkan Vaginosis bacterialis selama masa kehamilan mereka.
Gardnerella vaginalis dapat diisolasi dari 15 % anak wanita prapubertas yang masih perawan, sehingga organisme ini tidak mutlak ditularkan lewat kontak seksual. Meskipun kasus bakterial vaginosis dilaporkan lebih tinggi pada klinik PMS, tetapi peranan penularan secara seksual tidak jelas.
Bakterial vaginosis yang rekuren dapat meningkat pada wanita yang mulai aktivitas seksualnya sejak umur muda, lebih sering juga terjadi pada wanita berkulit hitam yang menggunakan kontrasepsi dan merokok. Bakterial vaginosis yang rekuren prevalensinya juga tinggi pada pasangan-pasangan lesbi, yang mungkin berkembang karena wanita tersebut berganti-ganti pasangan seksualnya ataupun yang sering melakukan penyemprotan pada vagina.6
Hampir 90 % laki-laki yang mitra seksual wanitanya terinfeksi Gardnerella vaginosis, mengandung G.vaginalis dengan biotipe yang sama dalam uretra, tetapi tidak menyebabkan uretritis.

C.   Etiologi
Ekosistem vagina adalah biokomuniti yang dinamik dan kompleks yang terdiri dari unsur-unsur yang berbeda yang saling mempengaruhi. Salah satu komponen lengkap dari ekosistem vagina adalah mikroflora vagina endogen, yang terdiri dari gram positif dan gram negatif aerobik, bakteri fakultatif dan obligat anaerobik. Aksi sinergetik dan antagonistik antara mikroflora vagina endogen bersama dengan komponen lain, mengakibatkan tetap stabilnya sistem ekologi yang mengarah pada kesehatan ekosistem vagina. Asam laktat seperti organic acid lanilla yang dihasilkan oleh Lactobacillus, memegang peranan yang penting dalam memelihara pH tetap di bawah 4,5 (antara 3,8 - 4,2), dimana merupakan tempat yang tidak sesuai bagi pertumbuhan bakteri khususnya mikroorganisme yang patogen bagi vagina. Kemampuan memproduksi H2O2 adalah mekanisme lain yang menyebabkan Lactobacillus hidup dominan daripada bakteri obligat anaerob yang kekurangan enzim katalase. Hidrogen peroksida dominan terdapat pada ekosistem vagina normal tetapi tidak pada bakterial vaginosis. Mekanisme ketiga pertahanan yang diproduksi oleh Lactobacillus adalah bakteriosin yang merupakan suatu protein dengan berat molekul rendah yang menghambat pertumbuhan banyak bakteri khususnya Gardnerella vaginalis.
G. vaginalis sendiri juga merupakan bakteri anaerob batang variabel gram yang mengalami hiperpopulasi sehingga menggantikan flora normal vagina dari yang tadinya bersifat asam menjadi bersifat basa
Pada bakterial vaginosis dapat terjadi simbiosis antara G.vaginalis sebagai pembentuk asam amino dan kuman anaerob beserta bakteri fakultatif dalam vagina yang mengubah asam amino menjadi amin sehingga menaikkan pH sekret vagina sampai suasana yang sesuai bagi pertumbuhan G. vaginalis. Beberapa amin diketahui menyebabkan iritasi kulit dan menambah pelepasan sel epitel dan menyebabkan sekret tubuh berbau tidak sedap yang keluar dari vagina.
Basil-basil anaerob yang menyertai bakterial vaginosis diantaranya Bacteroides bivins, B. Capilosus dan B. disiens yang dapat diisolasikan dari infeksi genitalia.
D.   Gambaran Klinis
Gejala yang paling sering pada bakterial vaginosis adalah adanya cairan vagina yang abnormal (terutama setelah melakukan hubungan seksual) dengan adanya bau vagina yang khas yaitu bau amis/bau ikan (fishy odor).
Bau tersebut disebabkan oleh adanya amin yang menguap bila cairan vagina menjadi basa. Cairan seminal yang basa (pH 7,2) menimbulkan terlepasnya amin dari perlekatannya pada protein dan amin yang menguap menimbulkan bau yang khas. Walaupun beberapa wanita mempunyai gejala yang khas, namun pada sebagian besar wanita dapat asimptomatik. Iritasi daerah vagina atau sekitar vagina (gatal, rasa terbakar), kalau ditemukan lebih ringan daripada yang disebabkan oleh Trichomonas vaginalis atau C.albicans. Sepertiga penderita mengeluh gatal dan rasa terbakar, dan seperlima timbul kemerahan dan edema pada vulva. Nyeri abdomen, dispareuria, atau nyeri waktu kencing jarang terjadi, dan kalau ada karena penyakit lain.
Pada pemeriksaan biasanya menunjukkan sekret vagina yang tipis dan sering berwarna putih atau abu-abu, viskositas rendah atau normal, homogen, dan jarang berbusa. Sekret tersebut melekat pada dinding vagina dan terlihat sebagai lapisan tipis atau kelainan yang difus. Gejala peradangan umum tidak ada. Sebaliknya sekret vagina normal, lebih tebal dan terdiri atas kumpulan sel epitel vagina yang memberikan gambaran bergerombol.
Pada penderita dengan bakterial vaginosis tidak ditemukan inflamasi pada vagina dan vulva. Bakterial vaginosis dapat timbul bersama infeksi traktus genital bawah seperti trikomoniasis dan servisitis sehingga menimbulkan gejala genital yang tidak spesifik.
E.   Prognosis
Prognosis bakterial vaginosis dapat timbul kembali pada 20-30% wanita walaupun tidak menunjukkan gejala. Pengobatan ulang dengan antibiotik yang sama dapat dipakai. Prognosis bakterial vaginosis sangat baik, karena infeksinya dapat disembuhkan. Dilaporkan terjadi perbaikan spontan pada lebih dari 1/3 kasus. Dengan pengobatan metronidazol dan klindamisin memberi angka kesembuhan yang tinggi (84-96%).
F.    Diagnosis
Diagnosis bakterial vaginosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan mikroskopis. Anamnesis menggambarkan riwayat sekresi vagina terus-menerus dengan bau yang tidak sedap. Kadang penderita mengeluh iritasi pada vagina disertai disuria/dispareunia, atau nyeri abdomen.
Pada pemeriksaan fisik relatif tidak banyak ditemukan apa-apa, kecuali hanya sedikit inflamasi dapat juga ditemukan sekret vagina yang berwarna putih atau abu-abu yang melekat pada dinding vagina. Gardner dan Dukes (1980) menyatakan bahwa setiap wanita dengan aktivitas ovum normal mengeluarkan cairan vagina berwarna abu-abu, homogen, berbau dengan pH 5 - 5,5 dan tidak ditemukan T.vaginalis, kemungkinan besar menderita bakterial vaginosis.
Dengan hanya mendapat satu gejala, tidak dapat menegakkan suatu diagnosis, oleh sebab itu didapatkan kriteria klinis untuk bakterial vaginosis yang sering disebut sebagai kriteria Amsel (1983) yang berpendapat bahwa terdapat tiga dari empat gejala, yaitu :
·        Adanya sekret vagina yang homogen, tipis, putih, melekat pada dinding vagina dan abnormal
·        pH vagina > 4,5
·        Tes amin yang positif, yangmana sekret vagina yang berbau amis sebelum atau setelah penambahan KOH 10% (Whiff test).
·        Adanya clue cells pada sediaan basah (sedikitnya 20 dari seluruh epitel).

Diagnosis Banding
Ada beberapa penyakit yang menggambarkan keadaan klinik yang mirip dengan bakterial vaginosis, antara lain :
·        Trikomoniasis
Trikomoniasis merupakan penyakit menular seksual yang disebabkan oleh Trichomonas vaginalis. Biasanya penyakit ini tidak bergejala tapi pada beberapa keadaan trikomoniasis akan menunjukkan gejala. Terdapat dalam  tubuh vagina berwarna kuning kehijauan, berbusa dan berbau. Eritem dan edem pada vulva, juga vagina dan serviks pada beberapa perempuan. Serta pruritos, disuria, dan dispareunia.
·        Kandidiasis
Kandidiasis merupakan suatu infeksi yang disebabkan oleh Candida albicans atau kadang Candida yang lain. Gejala yang awalnya muncul pada kandidiasis adalah pruritus akut dan keputihan.




BAB III
PENATALAKSANAAN

A.   Pengobatan
Semua wanita dengan bakterial vaginosis simtomatik memerlukan pengobatan, termasuk wanita hamil. Setelah ditemukan hubungan antara bakterial vaginosis dengan wanita hamil dengan prematuritas atau endometritis pasca partus, maka penting untuk mencari obat-obat yang efektif yang bisa digunakan pada masa kehamilan. Ahli medis biasanya menggunakan antibiotik seperti metronidazol dan klindamisin untuk mengobati bakterial vaginosis.
a. Terapi sistemik
·        Metronidazol merupakan antibiotik yang paling sering digunakan yang memberikan keberhasilan penyembuhan lebih dari 90%, dengan dosis 2 x 400 mg atau 500 mg setiap hari selama 7 hari. Jika pengobatan ini gagal, maka diberikan ampisilin oral (atau amoksisilin) yang merupakan pilihan kedua dari pengobatan keberhasilan penyembuhan sekitar 66%).4,6,16,20
·        Kurang efektif bila dibandingkan regimen 7 hari
·        Mempunyai aktivitas sedang terhadap G.vaginalis, tetapi sangat aktif terhadap bakteri anaerob, efektifitasnya berhubungan dengan inhibisi anaerob.
Metronidazol dapat menyebabkan mual dan urin menjadi gelap.
·        Klindamisin 300 mg, 2 x sehari selama 7 hari. Sama efektifnya dengan metronidazol untuk pengobatan bakterial vaginosis dengan angka kesembuhan 94%. Aman diberikan pada wanita hamil. Sejumlah kecil klindamisin dapat menembus ASI, oleh karena itu sebaiknya menggunakan pengobatan intravagina untuk perempuan menyusui.
·        Amoksilav (500 mg amoksisilin dan 125 mg asam klavulanat) 3 x sehari selama 7 hari. Cukup efektif untuk wanita hamil dan intoleransi terhadap metronidazol.
·        etrasiklin 250 mg, 4 x sehari selama 5 hari.
·        Doksisiklin 100 mg, 2 x sehari selama 5 hari.
·        Eritromisin 500 mg, 4 x sehari selama 7 hari.
·        Cefaleksia 500 mg, 4 x sehari selama 7 hari.
b. Terapi Topikal
·        Metronidazol gel intravagina (0,75%) 5 gram, 1 x sehari selama 5 hari.
·        Klindamisin krim (2%) 5 gram, 1 x sehari selama 7 hari.
·        Tetrasiklin intravagina 100 mg, 1 x sehari.
·        Triple sulfonamide cream. (Sulfactamid 2,86%, Sulfabenzamid 3,7% dan Sulfatiazol 3,42%), 2 x sehari selama 10 hari, tapi akhir-akhir ini dilaporkan angka penyembuhannya hanya 15 – 45 %.
·        Pengobatan bakterial vaginosis pada masa kehamilan. Terapi secara rutin pada masa kehamilan tidak dianjurkan karena dapat muncul masalah. Metronidazol tidak digunakan pada trimester pertama kehamilan karena mempunyai efek samping terhadap fetus. Salah satu efek samping penggunaan Metronidazole ialah teratogenik pada trimester pertama. Dosis yang lebih rendah dianjurkan selama kehamilan untuk mengurangi efek samping (Metronidazol 200-250 mg, 3 x sehari selama 7 hari untuk wanita hamil). Penisilin aman digunakan selama kehamilan, tetapi ampisilin dan amoksisilin jelas tidak sama efektifnya dengan metronidazol pada wanita tidak hamil dimana kedua antibiotik tersebut memberi angka kesembuhan yang rendah. Metronidazole dapat melewati sawar placenta dan memasuki sirkulasi ketuban dengan pesat. Studi reproduksi telah dilakukan pada tikus di dosis sampai lima kali dosis manusia dan dinyatakan tidak ada bukti perburukan kesuburan atau efek bahaya ke janin karena Metronidazole. Tidak ada efek fetotoxicity selama penelitian pemberian Metronidazole secara oral untuk tikus yang hamil pada 20 mg / kg / hari, dosis manusia (750 mg / hari) berdasarkan mg / kg berat badan.
·        Pada trimester pertama diberikan krim klindamisin vaginal karena klindamisin tidak mempunyai efek samping terhadap fetus. Pada trimester II dan III dapat digunakan metronidazol oral walaupun mungkin lebih disukai gel metronidazol vaginal atau klindamisin krim.
·        Untuk keputihan yang ditularkan melalui hubungan seksual. Terapi juga diberikan kepada pasangan seksual dan dianjurkan tidak berhubungan selama masih dalam pengobatan.
Pengobatan secara oral atau lokal dapat digunakan untuk pengobatan pada wanita hamil dengan gejala VB yang resiko rendah terhadap komplikasi obstertri. Wanita tanpa gejala dan wanita tanpa faktor resiko persalinan preterm tidak perlu menjalani skrening rutin untuk pemngobatan bacterial vaginosis. Wanita dengan resiko tinggi persalinan preterm dapat mengikuti skrining rutin dan pengobatan bacterial vaginosis. Jika pengobatan untuk pencegahan terhadap komplikasi kehamilan dijalani, maka diharuskan menggunakan metronidazole oral 2 kali sehari selama 7 hari. Topical (pada vagina) tidak direkomendasikan untuk indikasi ini. Test skrining harus diulangi 1 bulan setelah pengobatan untuk memastikan kesembuhan.



B.   Perawatan
Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan preparat basah ; Dilakukan dengan meneteskan satu atau dua tetes cairan NaCl 0,9% pada sekret vagina diatas objek glass kemudian ditutupi dengan coverslip. Dan dilakukan pemeriksaan mikroskopik menggunakan kekuatan tinggi (400 kali) untuk melihat clue cells, yang merupakan sel epitel vagina yang diselubungi dengan bakteri (terutama Gardnerella vaginalis). Pemeriksaan preparat basah mempunyai sensitifitas 60% dan spesifitas 98% untuk mendeteksi bakterial vaginosis. Clue cells adalah penanda bakterial vaginosis.
·      Whiff test ; Whiff test dinyatakan positif bila bau amis atau bau amin terdeteksi dengan penambahan satu tetes KOH 10-20% pada sekret vagina. Bau muncul sebagai akibat pelepasan amin dan asam organik hasil alkalisasi bakteri anaerob. Whiff test positif menunjukkan bakterial vaginosis.
·      Tes lakmus untuk pH ; Kertas lakmus ditempatkan pada dinding lateral vagina. Warna kertas dibandingkan dengan warna standar. pH vagina normal 3,8 - 4,2. Pada 80-90% bakterial vaginosis ditemukan pH > 4,5.5,6,12
·        Pewarnaan gram sekret vagina ; Pewarnaan gram sekret vagina dari bakterial vaginosis tidak ditemukan Lactobacillus sebaliknya ditemukan pertumbuhan berlebihan dari Gardnerella vaginalis dan atau Mobilincus Spp dan bakteri anaerob lainnya.
Kultur vagina ; Kultur Gardnerella vaginalis kurang bermanfaat untuk diagnosis bakterial vaginosis. Kultur vagina positif untuk G. vaginalis pada bakterial vaginosis tanpa grjala klinis tidak perlu mendapat pengobatan.


BAB IV
PENCEGAHAN PENYAKIT

Hal-hal yang perlu dilakukan dalam menjaga kondisi tubuh adalah sbb :
-       Bersihkan organ intim dengan pembersih yang tidak mengganggu kestabilan pH di sekitar vagina. Salah satunya produk pembersih yang terbuat dari bahan dasar susu. Produk seperti ini mampu menjaga seimbangan pH sekaligus meningkatkan pertumbuhan flora normal dan menekan pertumbuhan bakteri yang tak bersahabat. Sabun antiseptik biasa umumnya bersifat keras dan dapat flora normal di vagina. Ini tidak menguntungkan bagi kesehatan vagina dalam jangka panjang.
-       Hindari pemakaian bedak pada organ kewanitaan dengan tujuan agar vagina harum dan kering sepanjang hari. Bedak memiliki partikel-partikel halus yang mudah terselip disana-sini dan akhirnya mengundang jamur dan bakteri bersarang di tempat itu.
-       Selalu keringkan bagian ms v sebelum berpakaian.
-       Gunakan celana dalam yang kering. Seandainya basah atau lembab, usahakan cepat mengganti dengan yang bersih dan belum dipakai. Tak ada salahnya Anda membawa cadangan celana dalam tas kecil untuk berjaga-jaga manakala perlu menggantinya.
-       Gunakan celana dalam yang bahannya menyerap keringat, seperti katun. Celana dari bahan satin atau bahan sintetik lain membuat suasana disekitar organ intim panas dan lembab.
-       Pakaian luar juga perlu diperhatikan. Celana jeans tidak dianjurkan karena pori-porinya sangat rapat. Pilihlah seperti rok atau celana bahan non-jeans agar sirkulasi udara di sekitar organ intim bergerak leluasa.
-       Ketika haid, sering-seringlah berganti pembalut
-       Gunakan panty liner disaat perlu saja. Jangan terlalu lama. Misalkan saat bepergian ke luar rumah dan lepaskan sekembalinya kerumah.















BAB V
PENUTUP

A.   Kesimpulan
Bakterial vaginosis adalah suatu keadaan yang abnormal pada vagina yang disebabkan oleh pertumbuhan bakteri anaerob dalam konsentrasi tinggi (Bacteroides Spp, Mobilincus Spp, Gardnerella vaginalis, Mycoplasma hominis) menggantikan flora normal vagina (Lactobacillus Spp) yang menghasilkan hidrogen peroksida sehingga vagina yang tadinya bersifat asam (pH normal vagina 3,8 – 4,2) berubah menjadi bersifat basa.
Pengobatan bakterial vaginosis biasanya menggunakan antibiotik seperti metronidazol dan klindamisin. Untuk keputihan yang ditularkan melalui hubungan seksual terapi juga diberikan kepada pasangan seksual dan dianjurkan tidak berhubungan selama masih dalam pengobatan.
B.   Saran
Kepada pihak kesehatan reproduksi BKKBN maupun Dinas Kesehatan yaitu perlu diadakannya penyuluhan serta sosialisasi dan edukasi mengenai kesehatan reproduksi dan cara merawat kebersihan organ genitalia yang baik dan benar pada masyarakat maupun para siswa.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor yangmempengaruhi kejadian keputihan dengan penegakan diagnosis keputihan yang atas dasar gambaran klinis maupun pemeriksaan penunjang untuk menentukan keputihan fisiologis.

DAFTAR PUSTAKA

·        Ratna DP. Pentingnya menjaga organ kewanitaan. Jakarta: Indeks, 2010. p.1-2;15-26;83-86
·        Medlineplus. Vaginal discharge (internet). c2009 (cited 2011 feb). Available from:http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/003158.htm
·        Bobak, lowdermilk.2004. Buku Ajar Keperawatan Maternitas Jakarta : EGC










                                                                          


KATA PENGANTAR

Rasa syukur yang dalam kami sampaikan ke hadirat Tuhan Yang Maha Pemurah, karena berkat kemurahan-Nya tugas ini dapat kami selesaikan. Dalam penyusunan ini kami membahas tentang" VAGINOSIS BAKTERIALIS yakni suatu permasalahan yang selalu dialami oleh setiap Wanita.
Kami menyadari sepenuhnya masih banyak terdapat kelemahan dan kekurangan dalam penyusunan tugas  ini, baik dari segi isi maupun penulisannya. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun senantiasa kami harapkan demi penyempurnaan makalah ini di masa yang akan datang.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas segala bantuan semua pihak sehingga penyusunan tugas  ini dapat terselesaikan tepat waktu. Wassalam.

BauBau , 08 Mei  2012


             Penulis


DAFTAR ISI

Kata Pengantar.....................................................................................        i
Daftar Isi.................................................................................................        ii
BAB I PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang..........................................................................        1        
B.   Rumusan Masalah.....................................................................        2
C.   Tujuan Penulisan.......................................................................        2
BAB II PENJELASAN UMUM PENYAKIT
A.   Pengertian Vaginosis bakterial...............................................        3
B.   Epidemiologi.............................................................................        4
C.   Etiologi.......................................................................................        5
D.   Gambaran Klinis........................................................................        6
E.   Prognosis...................................................................................        7
F.    Diagnosis...................................................................................        7
BAB III PENATA LAKSANAAN
A.   Pengobatan...............................................................................        9
B.   Perawatan..................................................................................      12

BAB IV  PENCEGAHAN PENYAKIT..................................................      13
BAB V PENUTUP
A.   Kesimpulan................................................................................      15
B.   Saran .........................................................................................      15
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................      16