BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah
satu konsekuensi dari ledakan penduduk di wilayah perkotaan adalah semakin
besarnya volume air limbah yang harus diolah dan dibuang ke badan air.
Teknologi
pengelolaan air limbah( IPAL) yang dilakukan oleh negara maju seperti activated
sludge atau tertiary nutrients removal cenderung menggunakan teknologi yang padat
modal dan memerlukan tenaga operator yang terlatih. Konsep pengelolaan air
limbah secara konvensional di negara maju biasanya mempunyai karakter sebagai
berikut (Veenstra, 2000):
§ Menggunakan
banyak air untuk “menggelontor” limbah yang dikumpulkan dengan sistem saluran
air limbah yang ekstensif lalu diolah secara tersentralisasi
§ Memerlukan investasi yang besar, tenaga kerja
yang terampil, serta kondisi sosial-ekonomi yang stabil
§ Memiliki
resiko penyebaran penyakit yang cukup besar bila tidak disertai dengan metode
pengolahan air limbah yang efektif.
Contoh pengolahan
dengan sistem lumpur aktif (pertama kali dikembangkan di Inggris tahun 1914
oleh Arden dan Lucket) dan modifikasinya telah mampu menurunkan BOD hingga
90%8, dan COD antara 80-96,21%3, namun pengolahan dengan sistem ini membutuhkan
biaya yang tinggi dan membutuhkan kendali yang cakap dan konstan.
Dinegara berkembang, pengelolaan air limbah biasanya
menempati prioritas yang rendah, bahkan karena kurangnya pengetahuan banyak negara berkembang yang mengelola air
limbahnya dengan meniru teknologi pengelolaan air limbah dari negara maju. Padahal
Pengolahan air buangan (limbah) yang dikembangkan oleh negara maju yang telah
mampu menerapkan teknologi dengan mekanisme tinggi pada industrinya,bagi negara
berkembang perlu modifikasi atau penyesuaian terlebih dahulu. Penyesuaian
teknologi tersebut perlu dilakukan karena selain memerlukan biaya yang besar,
teknologi tersebut juga tidak memberikan peluang untuk memanfaatkan kembali
energi dan nutrien yang terdapat pada air limbah.
Bagi
Indonesia khususnya yang berada dalam kawasan industri kota-kota besar telah menerapkan berbagai metode dalam sistem
pengelolaan air limbah domestik, namun masalah air limbah tetap saja menjadi
kendala yang dihadapi sampai sekarang. Bukanlah berarti tidak ada
sama sekali perhatian atau penanganan, namun pengelolaannya masih dapat
teridentifikasi diselenggarakan dalam pencapaian yang tidak memadai.
Sikap
perusahaan yang hanya berorientasi “Profit motive” dan lemahnya penegakan
peraturan terhadap pelanggaran pencemaran ini berakibat timbulnya beberapa
kasus pencemaran oleh industry dan tuntutan-tuntutan masyarakat sekitar
industry hingga perusahaan harus mengganti
kerugian kepada masyarakat yang terkena
dampak.
Faktor-faktor
yang menyebabkan pengelolaan air limbah pada industri tidak dilakukan dengan optimal,
pengaruh dari investasi terhadap pencemaran lingkungan, tingkat buangan limbah,
teknologi Ipal, perilaku sosial masyarakat dan peraturan pemerintah terhadap
penerapan pengelolaan air limbah
industry termasuk menghitung biaya manfaat penerapan Ipal industri.
Berdasarkan dugaan yang terjadi hampir di seluruh daerah di Indonesia bahwa
Penerapan Installasi Pengolahan air limbah industri dipengaruhi oleh biaya investasi, beban buangan limbah,
teknologi proses ipal, sosial masyarakat dan peraturan pemerintah tentang
pengelolaan lingkungan, serta menyangkut
manfaat penerapan ipal lebih besar daripada biaya investasi ipal.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan
masalah secara umum dalam makalah ini adalah
Menjelaskan dan menggambarkan
tentang cara pengelolaan limbah industri yang tepat guna khususnya bagi
negara –negara berkembang agar dapat terkelola dengan baik.
1.3
Tujuan penulisan
Melalui
makalah ini diharapkan para pembaca serta para pelaku industri pada khususnya agar
dapat mengetahui serta bisa menerapkan
pola yang tepat dalam hal pengelolaan air limbah industri
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengelolaan Air Limbah
Air limbah sebelum
dilepas ke pembuangan akhir harus menjalani pengolahan terlebih dahulu. Untuk
dapat melaksanakan pengolahan air limbah yang efektif diperlukan rencana
pengelolaan yang baik.Pengelolaan air limbah dapat dilakukan secara alamiah
maupun dengan bantuan peralatan. Pengolahan air limbah secara alamiah biasanya dilakukan
dengan bantuan kolam stabilisasi sedangkan pengolahan air dengan bantuan
peralatan misalnya dilakukan pada Instalasi Pengolahan Air Limbah/ IPAL (Waste
Water Treatment Plant / WWTP).
2.1.1 Tujuan Pengelolaan Air
Limbah
Adapun
tujuan dari pengelolaan air limbah itu sendiri, antara lain:
§ Mencegah
pencemaran pada sumber air rumah tangga.
§ Melindungi
hewan dan tanaman yang hidup didalam air.
§ Menghindari
pencemaran tanah permukaan.
§ Menghilangkan tempat berkembangbiaknya bibit
dan vektor penyakit.
2.2.2
Syarat Sistem Pengelolaan Air Limbah
Sementara
itu, sistem pengelolaan air limbah yang diterapkan harus memenuhi persyaratan
berikut :
§ Tidak
mengakibatkan kontaminasi terhadap sumber-sumber air minum.
§ Tidak
mengakibatkan pencemaran air permukaan.
§ Tidak
menimbulkan pencemaran pada flora dan fauna yang hidup di air di dalam
penggunaannya sehari-hari.
§ Tidak
dihinggapi oleh vektor atau serangga yang mengakibatkan penyakit.
§ Tidak
terbuka dan harus tertutup.
§ Tidak
menimbulkan bau atau aroma tidak sedap.
2.2.3
Metode Pengelolaan Air Limbah
Ada
beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengelolah air limbah,diantaranya :
a. Pengenceran
(disposal by dilution)
Air
limbah dibuang ke sungai, danau, atau laut agar mengalami pengenceran. Dengan
cara ini air limbah akan mengalami purifikasi alami. Namun, cara semacam ini
dapat mencemari air permukaan dengan bakteri pathogen, larva dan telur cacing, serta
bibit penyakit lain yang ada didalam air limbah itu. Apabila hanya cara ini
yang dapat diterapkan, maka persyaratan berikut harus dipenuhi :
§ Air
sungai atau danau tidak boleh digunakan untuk keperluan lain.
§ Volume
air mencukupi sehingga pengenceran berlangsung kurang dari 30-40 kali
§ Air
harus cukup mengandung oksigen. Dengan kata lain air harus mengalir (tidak
boleh stagnan) agar tidak menimmbulkan bau.
b. Cesspool.
Bentuk
cesspool ini menyerupai sumur tetapi digunakan untuk pembuangan air limbah. Dibuat
pada tanah yang berpasir agar air buangan mudah meresap kedalam tanah. Bagian
atas ditembok agar tidak tembus air. Apabila ceespool sudah penuh (±60bulan),
lumpur didalamnya dapat dihisap keluar atau dari semula dibuat cesspool secara
berangkai, sehingga bila yang satu penuh, air akan mengalir ke cesspool
berikutnya. Jarak cesspool dengan sumur air bersih adalah 45 meter dan minimal
6 meter dari pondasi rumah.
c. Sumur
resapan (seepage pit)
Sumur resapan merupakan sumur tempat menampung
air limbah yang telah mengalami pengolahan dalam system lain, misalnya dari
aqua privy atau septic tank. Dengan cara ini, air hanya tinggal mengalami
peresapan ke dalam tanah. Sumur resapan ini dibuat pada tanah yang berpasir,
dengan diameter 1-2,5 meter dan kedalaman 2,5 meter. Lama pemakaian dapat
mencapai 6-10 tahun.d. Septic tank Septic tank, menurut WHO, merupakan metode
terbaik untuk mengelolah air limbah walau biayanya mahal, rumit, dan memerlukan
tanah yang luas. Septic tank memiliki 4 bagian, antara lain:
§ Ruang
pembusukan Dalam ruang ini, air kotor akan tertahan 13 hari dan akan mengalami
penguraian oleh bakteri pembusuk yang akan menghasilkan gas, cairan, dan
lumpur. Gas dan cairan akan masuk kedalam dosing chamber melalui pipa. Lumpur
akan masuk ke ruang lumpur.
§ Ruang lumpur Ruang lumpur merupakan tempat
penampungan lumpur. Apabila ruang sudah penuh, lumpur dapat dipompa keluar.
§ Dosing chamber. Dalam dosing chamber terdapat
siphon McDonald yang berfumgsi untuk mengatur kecepatan air yang akan dialirkan
ke bidang resapan agar merata.
§ Bidang
resapan Bidang ini akan menyerap cairan keluar dari dosing chamber dan
menyaring bakteri pathogen maupun bibit penyakit lain. Panjang minimal bidang
resapan ini 10meter dan dibuat pada tanah berpasir.
§ System
Riool (sewage) System riool menampung semua air kotor dari rumah maupun
perusahaan, dan terkadang menampung kotoran dari lingkungan. Apabila dipakai
untuk menampung air hujan, sistem riool ini disebut combined system, sedangkan
jika bak penampung air hujannya dipisahkan maka disebut separated system.
Agar tidak merugikan
kepentingan lain, air kotor dialirkan ke ujung kota, misalnya ke daerah
peternakan, pertanian, atau perikanan darat. Air kotor itu masih memerlukan
pengolahan. Proses pengolahan yang dilakukan, antara lain:
§ Penyaringan
(screening). Penyaringan ditujukan untuk menangkap benda-benda yang terapung
diatas permukaan air.
§ Pengendapan
(sedimentation) Pada proses ini, air limbah dialirkan ke dalam bak besar (sand
trap) sehingga aliran menjadi lambat dan lumpur serta pasir mengendap.
§ Proses
biologis Proses ini menggunakan mikroba untuk memusnahkan zat organic di dalam
limbah baik secara aerob maupun anaerob.
§ Disaring dengan saringan pasir (sand filter)
§ Desinfeksi
Desinfeksi dengan kaporit (10kg/1 juta air limbah) untuk membunuh mikroba
patogen.
§ Pengenceran
Terakhir, air limbah dibuang ke sungai, danau atau laut sehingga mengalami
pengenceran.
Semua proses pengolahan air limbah ini
dilakukan dalan suatu instalasi khusus yang dibangun diujung kota. Cara lain
pengolahan air limbah Pengolahan air limbah dapat juga dilakukan dengan cara :
§ Dilution
(pengenceran) Air limbah diencerkan sampai mencapai konsentrasi yang cukup
rendah, kemudian baru dibuang ke badan-badan air. Tetapi, dengan makin
bertambahnya penduduk, yang berarti makin meningkatnya kegiatan manusia, maka
jumlah air limbah yang harus dibuang terlalu banyak, dan diperlukan air
pengenceran terlalu banyak pula, maka cara ini tidak dapat dipertahankan lagi.
Di samping itu, cara ini menimbulkan kerugian lain, diantaranya: bahaya
kontaminasi terhadap badan-badan air masih tetap ada, pengendapan yang akhirnya
menimbulkan pendangkalan terhadap badan-badan air, seperti selokan, sungai,
danau, dan sebagainya. Selanjutnya dapat menimbulkan banjir.
§ Irrigation
(irigasi) Air limbah dialirkan ke dalam parit-parit terbuka yang digali, dan
air akan merembes masuk ke dalam tanah melalui dasar dan dinding parit-parit
tersebut. Dalam keadaan tertentu air buangan dapat digunakan untuk pengairan
lading pertanian atau perkebunan dan sekaligus berfungsi untuk pemupukan. Hal
ini terutama dapat dilakukan untuk air limbah dari rumah tangga, perusahaan
susu sapi, rumah potong hewan, dan lain-lain di mana kandungan zat-zat
organikdan protein cukup tinggi yang diperlukan oleh tanaman.
§ Self
purification / oxidation ponds (kolam oksidasi) Pada prinsipnya cara pengolahan
ini adalah pemanfaatan sinar matahari, ganggang (algae), bakteri dan oksigen
dalam proses pembersihan alamiah. Air limbah dialirkan ke dalam kolam besar
berbentuk segi empat dengan kedalaman antara 1-2 meter. Dinding dan lapisan
kolam tidak perlu diberi 13 - 14 lapisan apapun. Lokasi kolam harus jauh dari
daerah pemukiman, dan di daerah yang terbuka, sehingga memungkinkan sirkulasi
angin dengan baik. Cara kerjanya antara lain sebagai berikut: Empat unsur yang
berperan dalam pembersihan alamiah ini adalah: sinar matahari, ganggang,
bakteridan oksigen. Ganggang dengan butir klorofilnya dalam air limbah
melakukan proses fotosintesis dengan bantuan sinar matahari, sehingga tumbuh
dengan subur. Pada proses sintesis untuk pembentukan karbohidrat dari H2O dan
CO2 oleh klorofil di bawah pengaruh sinar matahari terbentuk O2. Kemudian
oksigen ini digunakan oleh bakteri aerobik untuk melakukan dekomposisi zat-zat
organik yang terdapat dalam air buangan. Di samping itu, terjadi pengendapan.
2.2 Konsep Pengelolaan Air Limbah Yang Berkelanjutan
Tujuan utama
pengolahan air limbah adalah untuk mencegah penyebaran penyakit yang bisa
menular melalui air limbah dan untuk mencegah kerusakan lingkungan (Pescod,
1992). Untuk mencapai tujuan tersebut, banyak konsep dan teknologi yang
tersedia. Pemilihan sistem pengelolaan air limbah tergantung dari kondisi
lingkungan lokal, situasi sosial-ekonomi, persepsi dan budaya masyarakat serta teknologi
pengolahan air limbah yang tersedia.
Banyak contoh kasus
di beberapa daerah yang mengalami kegagalan dalam mengelola air limbahnya
karena tidak memperhatikan faktor keberlanjutan dari sistem tersebut. Oleh
karena itu, faktor keberlanjutan harus menjadi prioritas utama dalam pemilihan
sistem pengelolaan air limbah. Beberapa kriteria yang harus dapat dipenuhi oleh
sistem pengelolaan air limbah yang berkelanjutan antara lain adalah (UNEP,
2004) :
·
Harus mempunyai pengaruh positif terhadap
lingkungan,
·
sesuai dengan kondisi lokal,
·
sistem tersebut dapat diterapkan dan efisien
(termasuk unjuk kerja dan
keandalannya),
dan
·
Terjangkau oleh pihak yang harus membayar
pelayanan (termasuk biaya
investasi,
pengoperasian dan pemeliharaan).
Beberapa
prinsip umum pemilihan sistem pengelolaan air limbah dapat
diterapkan dalam rangka mewujudkan
konsep pengelolaan yang berkelanjutan.
Pencegahan
dan pengurangan air limbah biasanya diacu juga sebagai produksi bersih (cleaner
production). Tujuan utamanya adalah meminimalkan penggunaan air dan bahan-bahan
yang dapat menimbulkan pencemaran. Hal ini dilandasi oleh pemikiran bahwa semakin
sedikit air limbah yang dihasilkan, semakin mudah dan semakin murah pula
pengelolaannya. Dalam kehidupan sehari-hari, penggunaan air oleh manusia jauh
melebihi dari apa yang sebenarnya dibutuhkan oleh tubuh. Sebagai ilustrasi,
kebutuhan air oleh tubuh manusia hanya berkisar antara 4 sampai 6 liter per
orang per hari.
Sedangkan
menurut beberapa penelitian, penggunaan air oleh manusia dibeberapa tempat bisa
mencapai 100 sampai 120 liter per orang per hari. Tingginya pemakaian air
tersebut dikarenakan kita menggunakan air untuk “mengangkut” kotoran yang kita
hasilkan (untuk menggelontor WC, mencuci piring, mencuci sayuran, dan lain-lain).
Praktek penggunaan air sebagai alat transpor limbah, selain merugikan secara penggunaan
air, juga merugikan secara pengelolaan limbah. Dengan tingginya volume air
limbah, maka kita juga harus menyediakan infrastruktur pengelolaan limbah (jaringan
pipa dan instalasi pengolahan air limbah) yang besar dan mahal. Selain itu,
pengolahan air limbah
limbah yang encer relatif lebih sulit jika dibandingkan dengan pengolahan air
limbah yang pekat.
Beberapa pemikiran
dapat dikemukakan sebagai upaya untuk mencegah dan mengurangi air limbah:
1. Memperbaiki
perilaku penggunaan air.
Selama ini, masyarakat relatif boros dalam
penggunaan air. Selain hal-hal yang telah disebutkan didepan, secara tidak sadar kadang-kadang kita menyia-nyiakan air dengan
membiarkan keran tetap mengalir padahal bak air sudah penuh, terlalu banyak
menggunakan air untuk mencuci sayur atau pakaian, memakai air berlebihan dengan
berlama-lama mandi, dan lain-lain. Hal-hal tersebut dapat dikurangi dengan
memberikan penyadaran pada masyarakat tentang pentingnya penghematan air
melalui kampanye, penyuluhan, atau memasukkan ihwal perilaku penggunaan air
kedalam kurikulum pendidikan dasar.
2. Memperkenalkan
teknologi penghematan air.
Didalam lingkup rumah tangga, teknologi penghematan air
bisa berupa toilet kering yang tidak membutuhkan terlalu banyak air untuk
menggelontor kotoran atau alat pencuci alat makan yang menggunakan relatif
sedikt. Dalam lingkup industri,
perlu
diteliti lebih lanjut tentang proses yang telah dilakukan di industri tersebut
apakah mempunyai peluang untuk penghematan air. Sebagai contoh, proses
pembuatan bir di pabrik bir Heineken di Belanda, sebelum mengadopsi metode baru
dalam pembuatan bir, memerlukan 27 liter air untuk memproduksi satu liter bir.
Setelah diperkenalkan konsep baru dalam proses pembuatan bir, air yang
diperlukan menurun drastis menjadi hanya 4,5 liter untuk membuat satu liter bir
(Siebel dan Gijzen, 2002).
3. Memperkenalkan
sistem
Dengan sistem insentif, terutama di bidang industri,
penghematan air akan menjadi sesuatu hal yang amat menarik. Sedangkan menaikkan
harga air, walaupun disatu pihak merugikan, akan secara otomatis membuat
masyarakat untuk berpikir dua kali dalam penggunaan air.
4. Menggunakan
sumber yang tepat untuk penggunaan yang tepat.
Penggunaan air dapat disesuaikan antara kualitas air
dengan penggunaannya. Kualitas air yang tertinggi dipergunakan untuk keperluan
konsums, sedangkan kulaitas air yang lebih rendah digunakan untuk keperluan
yang lebih rendah pula. Sebagai contoh, air bekas untuk mencuci sayuran tidak
langsung dibuang ke saluran air limbah namun dapat dipergunakan untuk menyiram
halaman
2.3 Teknologi Alternatif Pengolahan Air Limbah
Seperti
telah disinggung di bagian depan makalah ini, salah satu faktor yang sangat
berpengaruh dalam menjaga keberlanjutan sistem pengelolaan air limbah adalah pemilihan
teknologi pengolahan air limbah yang tepat. Banyak contoh sistem pengelolaan
air limbah yang gagal karena pemilihan teknologi yang keliru. Sebagian besar
dari sistem yang gagal tersebut disebabkan karena pengelola mengalami kesulitan
dalam pembiayaan operasional maupun pemeliharaan teknologi pengolahan air
limbah yang dipilih.
Pemilihan
teknologi pengolahan air limbah sebaiknya mengunakan anggapan bahwa air limbah
adalah sumber daya, bukan sesuatu yang harus dibuang. Air limbah harus
dipandang sebagai sumber daya karena didalamnya terdapat 4 komponen, yaitu: air
+ energi + nutrien + peluang kerja. Air,
yang merupakan komponen utama dari air limbah, bila telah diolah dan memenuhi
standar akan dapat dipergunakan untuk irigasi ataupun usaha perikanan. Zat
organik, yang merupakan polutan dalam air limbah, bila pengolahannya tepat akan
dapat diubah menjadi energi yang dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan masyarakat.
Nutrien yang terdapat dalam air limbah juga dapat dimanfaatkan sebagai pupuk
untuk lahan pertanian. Sedangkan. Apabila tepat pemlhan teknologinya,pengellaan
air limbah akan memberikan peluang kerja yang tidak sedikit.
Secara
umum, terminologi pengolahan air limbah secara alami (natural system) yang akan
dibahas dalam makalah ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
·
Sistem pengolahan limbah secara alami
bertujuan untuk memanfaatkan kembali nutrien, air dan energi yang terdapat pada
air limbah,
·
Dalam pengolahan air limbah, yang diutamakan
adalah proses penguraian secara anaerobik karena tidak memerlukan penyediaan
oksigen secara mekanis sehinga akan mengurangi biaya operasional, dan
·
Apabila menggunakan proses aerobik untuk
penguraian zat organik oksigen yang disediakan berasal dari proses fotosintesis
maupun proses re-aerasi alami.
Berikut
beberapa metode pengolahan air limbah yang
memenuhi terminologi pengolahan air limbah secara alami yaitu, pengolahan air limbah
dengan proses anaerobik, kolam stabilisasi, rawa buatan dan kolam makrofita.
a.
Pengolahan Air Limbah dengan Proses Anaerobik
Beberapa
penelitian dari berbagai negara melaporkan bahwa pemanfaatan proses anaerobik
untuk pengolahan limbah domestik dan limbah industri mempunyai tingkat
keberhasilan yang cukup tinggi. Karena proses anaerobik berlangsung dengan baik
pada suhu sekitar 30 – 40 oC, maka pada daerah tropis proses anaerobik ini
mampu mencapai hasil pengolahan limbah yang cukup memuaskan. Pengurangan BOD
dan COD bisa mencapai 70% sampai 90%. Meskipun demikian, hasil dari pengolahan anaerobik
ini (terutama untuk pengolahan air limbah industri) masih relatif belum sesuai dengan
ketentuan untuk dapat dibuang langsung ke badan air. Oleh karena itu, pengolahan
tambahan masih diperlukan agar kualitas air hasil pengolahan cukup bagus untuk
dapat dibuang langsung ke sungai.
b.
Pengolahan Air Limbah dengan Kolam Stabilisasi (Waste Stabilization Ponds)
Kolam
stabilisasi didefinisikan sebagai kolam dangkal buatan manusia yang menggunakan
proses fisis dan biologis untuk mengurangi kandungan bahan pencemar yang
terdapat pada air limbah. Proses tersebut antara lain meliputi pengendapan
partikel padat, penguraian zat organik, pengurangan nutrien (P dan N) serta
pengurangan organisme patogenik seperti bakteri, telur cacing dan virus
(Polprasert, 1996).
Saat
ini, pengolahan air limbah dengan sistem kolam stabilisasi cukup banyak digunakan
di negara-negara tropis maupun sub-tropis. Bahkan, dikarenakan oleh kehandalan
dan efisiensinya, sistem ini juga digunakan dibeberapa negara maju seperti Amerika
Serikat dan Jerman. Kolam stabilisasi yang terdiri dari kolam anaerobik, fakultatif
dan pematangan mampu mengurangi kandungan BOD air limbah sampai dengan 90%,
sedangkan pengurangan bakteri coli (sebagai indikator adanya organisme patogen)
dapat mencapai 99% (Veenstra, 2000).
c.
Pengolahan Air Limbah dengan Kolam Makrofita (Macrophyte ponds)
Kolam
makrofita (makrofita=tumbuhan air yang relatif berukuran lebih besar dari pada
alga) adalah sejenis kolam pematangan yang memanfaatkan tumbuhan air yang terapung
ataupun mengambang di dalam air. Tumbuhan air yang dipergunakan pada sistem
pengolahan ini mampu menyerap nutrien anorganik (terutama P dan N) dalam jumlah
yang relatif besar. Selain itu, sistem ini juga mampu untuk mereduksi kandungan
logam berat yang terdapat pada air limbah (Pescod, 1992; Polprasert, 1996).
d.
Pengolahan Air Limbah dengan Rawa Buatan (constructed wetlands)
Menurut
US-EPA (1988), yang dimaksud dengan rawa adalah suatu daerah yang terendam oleh
air permukaan atau air tanah dalam suatu periode tertentu yang memungkinkan
terjadinya kondisi jenuh air pada tanah tersebut. Rawa buatan biasanya mempunyai
kedalaman sekitar 0,6 meter berbentuk memanjang seperti kanal sempit. Dikarenakan
prinsip dasar pengolahan air limbah dengan rawa buatan ini sama dengan prinsip
kolam makrofita, maka rawa buatan ini harus ditanami dengan tumbuhan yang relatif
toleran terhadap air seperti ekor kucing (Typha spp), bulrush (Scirpus spp)
atau reed (Phragmites communis).
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Air
buangan/ air limbah adalah air yang tersisa dari kegiatan manusia, baik
kegiatan rumah tangga maupun kegiatan lain seperti industri, perhotelan, dan
sebagainya. Sebenarnya pengelolaan air limbah yang berkelanjutan tidaklah
terlalu sulit dan membutuhkan biaya yang besar.Yang paling utama dibutuhkan
adalah kemampuan dalam mengaplikasikan pendekatan pendekatan alternatif untuk
mencapai hasil terbaik. Meskipun demikian, penyelesaian masalah air limbah
bukanlah sesuatu yang generik, sehingga penyelesaian di satu tempat belum tentu
cocok untuk diterapkan di lain tempat.
Untuk
mencegah penurunan kualitas hidrosfir yang disebabkan oleh air limbah
diperlukan pemilihan sistem pengolahan air limbah yang tepat agar tidak memberikan
dampak yang buruk bagi lingkungan khususnya pada kesehatan masyarkat.
3.2 Saran
Pemerintah
harus bertindak tegas terhadap setiap industri/badan pengelola agar setiap air
limbah yang dibuang ke badan air sudah masuk dalam baku mutu yang telah
ditetapkan, supaya limbah industri yang ada benar-benar tidak mengganggu kehidupan
dan kesehatan manusia.
DAFTAR
PUSTAKA
Nayono,
S.E., 2005. Anaerobic Treatment of Wastewater from Sugar Cane
Industry. Jurnal Inersia Vol. 1 No. 1. Jurusan Teknik Sipil dan Perencanaan,
UNY
Pescod,
M.B., 1992. Wastewater Treatment and Use in Agriculture: FAO
Irrigation and Drainage Paper 47. Rome: FAO
Polprasert,
C., 1996. Organic Waste Recycling, 2nd ed., Chichester: John
Wiley and Sons
Polprasert
C, Van der Steen NP, Veenstra S, and Gijzen HJ, 2001.
Wastewater Treatment II: Natural System for Wastewater Management. Delft: International
Institute for Infrastructure, Hydraulics and Environmental Engineering (IHE
Delft).
United
Nations, 2001. World Population Prospects - The 2000
Revision , New York: Population Division -Department of Economic and Social
Affairs- United Nations.
wah menarik banget nih artikel nya , pengolahan limbah
BalasHapuskebetulan saya sedang mencari tugas tentang limbah
ijin copas
Artikel tentang Septic Tank
bang manarik sangat ni artikel...
BalasHapusizin ambil ya bang..
kebetulan aku punya ipal kayaknya bakterinya udah gak optimal lagi,bagaimana caranya membiakkan bakterinya lagi
BalasHapus