Senin, 16 April 2012

Pengolahan Air Limbah


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Salah satu konsekuensi dari ledakan penduduk di wilayah perkotaan adalah semakin besarnya volume air limbah yang harus diolah dan dibuang ke badan air.
Teknologi pengelolaan air limbah( IPAL) yang dilakukan oleh negara maju seperti activated sludge atau tertiary nutrients removal cenderung menggunakan teknologi yang padat modal dan memerlukan tenaga operator yang terlatih. Konsep pengelolaan air limbah secara konvensional di negara maju biasanya mempunyai karakter sebagai berikut (Veenstra, 2000):
§  Menggunakan banyak air untuk “menggelontor” limbah yang dikumpulkan dengan sistem saluran air limbah yang ekstensif lalu diolah secara tersentralisasi
§   Memerlukan investasi yang besar, tenaga kerja yang terampil, serta kondisi sosial-ekonomi yang stabil
§  Memiliki resiko penyebaran penyakit yang cukup besar bila tidak disertai dengan metode pengolahan air limbah yang efektif.

Contoh pengolahan dengan sistem lumpur aktif (pertama kali dikembangkan di Inggris tahun 1914 oleh Arden dan Lucket) dan modifikasinya telah mampu menurunkan BOD hingga 90%8, dan COD antara 80-96,21%3, namun pengolahan dengan sistem ini membutuhkan biaya yang tinggi dan membutuhkan kendali yang cakap dan konstan.
Dinegara berkembang, pengelolaan air limbah biasanya menempati prioritas yang rendah, bahkan karena kurangnya pengetahuan  banyak negara berkembang yang mengelola air limbahnya dengan meniru teknologi pengelolaan air limbah dari negara maju. Padahal Pengolahan air buangan (limbah) yang dikembangkan oleh negara maju yang telah mampu menerapkan teknologi dengan mekanisme tinggi pada industrinya,bagi negara berkembang perlu modifikasi atau penyesuaian terlebih dahulu. Penyesuaian teknologi tersebut perlu dilakukan karena selain memerlukan biaya yang besar, teknologi tersebut juga tidak memberikan peluang untuk memanfaatkan kembali energi dan nutrien yang terdapat pada air limbah.

Bagi Indonesia khususnya yang berada dalam kawasan industri  kota-kota besar  telah menerapkan berbagai metode dalam sistem pengelolaan air limbah domestik, namun masalah air limbah tetap saja menjadi kendala yang dihadapi sampai sekarang. Bukanlah berarti tidak ada sama sekali perhatian atau penanganan, namun pengelolaannya masih dapat teridentifikasi diselenggarakan dalam pencapaian yang tidak memadai.
Sikap perusahaan yang hanya berorientasi “Profit motive” dan lemahnya penegakan peraturan terhadap pelanggaran pencemaran ini berakibat timbulnya beberapa kasus pencemaran oleh industry dan tuntutan-tuntutan masyarakat sekitar industry hingga perusahaan harus  mengganti kerugian  kepada masyarakat yang terkena dampak.
Faktor-faktor yang menyebabkan pengelolaan air limbah  pada industri tidak dilakukan dengan optimal, pengaruh dari investasi terhadap pencemaran lingkungan, tingkat buangan limbah, teknologi Ipal, perilaku sosial masyarakat dan peraturan pemerintah  terhadap  penerapan pengelolaan air limbah  industry termasuk menghitung biaya manfaat penerapan Ipal industri. Berdasarkan dugaan yang terjadi hampir di seluruh daerah di Indonesia bahwa Penerapan Installasi Pengolahan air limbah industri  dipengaruhi oleh  biaya investasi, beban buangan limbah, teknologi proses ipal, sosial masyarakat dan peraturan pemerintah tentang pengelolaan lingkungan, serta menyangkut  manfaat penerapan ipal lebih besar daripada biaya investasi ipal.
1.2  Rumusan Masalah
Rumusan masalah secara umum dalam makalah ini adalah  Menjelaskan dan menggambarkan  tentang cara pengelolaan limbah industri yang tepat guna khususnya bagi negara –negara berkembang agar dapat terkelola dengan baik.  

1.3 Tujuan penulisan
Melalui makalah ini diharapkan para pembaca serta para pelaku industri pada khususnya agar dapat mengetahui serta bisa menerapkan  pola yang tepat dalam hal pengelolaan air limbah industri








BAB II
 PEMBAHASAN

2.1 Pengelolaan Air Limbah
Air limbah sebelum dilepas ke pembuangan akhir harus menjalani pengolahan terlebih dahulu. Untuk dapat melaksanakan pengolahan air limbah yang efektif diperlukan rencana pengelolaan yang baik.Pengelolaan air limbah dapat dilakukan secara alamiah maupun dengan bantuan peralatan. Pengolahan air limbah secara alamiah biasanya dilakukan dengan bantuan kolam stabilisasi sedangkan pengolahan air dengan bantuan peralatan misalnya dilakukan pada Instalasi Pengolahan Air Limbah/ IPAL (Waste Water Treatment Plant / WWTP).

2.1.1 Tujuan Pengelolaan Air Limbah
Adapun tujuan dari pengelolaan air limbah itu sendiri, antara lain:
§  Mencegah pencemaran pada sumber air rumah tangga.
§  Melindungi hewan dan tanaman yang hidup didalam air.
§  Menghindari pencemaran tanah permukaan.
§   Menghilangkan tempat berkembangbiaknya bibit dan vektor penyakit.
2.2.2 Syarat Sistem Pengelolaan Air Limbah
Sementara itu, sistem pengelolaan air limbah yang diterapkan harus memenuhi persyaratan berikut :
§  Tidak mengakibatkan kontaminasi terhadap sumber-sumber air    minum.
§  Tidak mengakibatkan pencemaran air permukaan.
§   Tidak menimbulkan pencemaran pada flora dan fauna yang hidup di air di dalam penggunaannya sehari-hari.
§   Tidak dihinggapi oleh vektor atau serangga yang mengakibatkan penyakit.
§   Tidak terbuka dan harus tertutup.
§   Tidak menimbulkan bau atau aroma tidak sedap.
2.2.3 Metode Pengelolaan Air Limbah
Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengelolah air limbah,diantaranya :
a.    Pengenceran (disposal by dilution)
Air limbah dibuang ke sungai, danau, atau laut agar mengalami pengenceran. Dengan cara ini air limbah akan mengalami purifikasi alami. Namun, cara semacam ini dapat mencemari air permukaan dengan bakteri pathogen, larva dan telur cacing, serta bibit penyakit lain yang ada didalam air limbah itu. Apabila hanya cara ini yang dapat diterapkan, maka persyaratan berikut harus dipenuhi :
§  Air sungai atau danau tidak boleh digunakan untuk keperluan lain.
§  Volume air mencukupi sehingga pengenceran berlangsung kurang dari 30-40 kali
§  Air harus cukup mengandung oksigen. Dengan kata lain air harus mengalir (tidak boleh stagnan) agar tidak menimmbulkan bau.


b.    Cesspool.
Bentuk cesspool ini menyerupai sumur tetapi digunakan untuk pembuangan air limbah. Dibuat pada tanah yang berpasir agar air buangan mudah meresap kedalam tanah. Bagian atas ditembok agar tidak tembus air. Apabila ceespool sudah penuh (±60bulan), lumpur didalamnya dapat dihisap keluar atau dari semula dibuat cesspool secara berangkai, sehingga bila yang satu penuh, air akan mengalir ke cesspool berikutnya. Jarak cesspool dengan sumur air bersih adalah 45 meter dan minimal 6 meter dari pondasi rumah.
c.    Sumur resapan (seepage pit)
 Sumur resapan merupakan sumur tempat menampung air limbah yang telah mengalami pengolahan dalam system lain, misalnya dari aqua privy atau septic tank. Dengan cara ini, air hanya tinggal mengalami peresapan ke dalam tanah. Sumur resapan ini dibuat pada tanah yang berpasir, dengan diameter 1-2,5 meter dan kedalaman 2,5 meter. Lama pemakaian dapat mencapai 6-10 tahun.d. Septic tank Septic tank, menurut WHO, merupakan metode terbaik untuk mengelolah air limbah walau biayanya mahal, rumit, dan memerlukan tanah yang luas. Septic tank memiliki 4 bagian, antara lain:
§  Ruang pembusukan Dalam ruang ini, air kotor akan tertahan 13 hari dan akan mengalami penguraian oleh bakteri pembusuk yang akan menghasilkan gas, cairan, dan lumpur. Gas dan cairan akan masuk kedalam dosing chamber melalui pipa. Lumpur akan masuk ke ruang lumpur.
§   Ruang lumpur Ruang lumpur merupakan tempat penampungan lumpur. Apabila ruang sudah penuh, lumpur dapat dipompa keluar.
§   Dosing chamber. Dalam dosing chamber terdapat siphon McDonald yang berfumgsi untuk mengatur kecepatan air yang akan dialirkan ke bidang resapan agar merata.
§  Bidang resapan Bidang ini akan menyerap cairan keluar dari dosing chamber dan menyaring bakteri pathogen maupun bibit penyakit lain. Panjang minimal bidang resapan ini 10meter dan dibuat pada tanah berpasir.
§  System Riool (sewage) System riool menampung semua air kotor dari rumah maupun perusahaan, dan terkadang menampung kotoran dari lingkungan. Apabila dipakai untuk menampung air hujan, sistem riool ini disebut combined system, sedangkan jika bak penampung air hujannya dipisahkan maka disebut separated system.

Agar tidak merugikan kepentingan lain, air kotor dialirkan ke ujung kota, misalnya ke daerah peternakan, pertanian, atau perikanan darat. Air kotor itu masih memerlukan pengolahan. Proses pengolahan yang dilakukan, antara lain:
§  Penyaringan (screening). Penyaringan ditujukan untuk menangkap benda-benda yang terapung diatas permukaan air.
§  Pengendapan (sedimentation) Pada proses ini, air limbah dialirkan ke dalam bak besar (sand trap) sehingga aliran menjadi lambat dan lumpur serta pasir mengendap.
§  Proses biologis Proses ini menggunakan mikroba untuk memusnahkan zat organic di dalam limbah baik secara aerob maupun anaerob.
§   Disaring dengan saringan pasir (sand filter)
§  Desinfeksi Desinfeksi dengan kaporit (10kg/1 juta air limbah) untuk membunuh mikroba patogen.
§  Pengenceran Terakhir, air limbah dibuang ke sungai, danau atau laut sehingga mengalami pengenceran.
    Semua proses pengolahan air limbah ini dilakukan dalan suatu instalasi khusus yang dibangun diujung kota. Cara lain pengolahan air limbah Pengolahan air limbah dapat juga dilakukan dengan cara :
§  Dilution (pengenceran) Air limbah diencerkan sampai mencapai konsentrasi yang cukup rendah, kemudian baru dibuang ke badan-badan air. Tetapi, dengan makin bertambahnya penduduk, yang berarti makin meningkatnya kegiatan manusia, maka jumlah air limbah yang harus dibuang terlalu banyak, dan diperlukan air pengenceran terlalu banyak pula, maka cara ini tidak dapat dipertahankan lagi. Di samping itu, cara ini menimbulkan kerugian lain, diantaranya: bahaya kontaminasi terhadap badan-badan air masih tetap ada, pengendapan yang akhirnya menimbulkan pendangkalan terhadap badan-badan air, seperti selokan, sungai, danau, dan sebagainya. Selanjutnya dapat menimbulkan banjir.
§  Irrigation (irigasi) Air limbah dialirkan ke dalam parit-parit terbuka yang digali, dan air akan merembes masuk ke dalam tanah melalui dasar dan dinding parit-parit tersebut. Dalam keadaan tertentu air buangan dapat digunakan untuk pengairan lading pertanian atau perkebunan dan sekaligus berfungsi untuk pemupukan. Hal ini terutama dapat dilakukan untuk air limbah dari rumah tangga, perusahaan susu sapi, rumah potong hewan, dan lain-lain di mana kandungan zat-zat organikdan protein cukup tinggi yang diperlukan oleh tanaman.
§  Self purification / oxidation ponds (kolam oksidasi) Pada prinsipnya cara pengolahan ini adalah pemanfaatan sinar matahari, ganggang (algae), bakteri dan oksigen dalam proses pembersihan alamiah. Air limbah dialirkan ke dalam kolam besar berbentuk segi empat dengan kedalaman antara 1-2 meter. Dinding dan lapisan kolam tidak perlu diberi 13 - 14 lapisan apapun. Lokasi kolam harus jauh dari daerah pemukiman, dan di daerah yang terbuka, sehingga memungkinkan sirkulasi angin dengan baik. Cara kerjanya antara lain sebagai berikut: Empat unsur yang berperan dalam pembersihan alamiah ini adalah: sinar matahari, ganggang, bakteridan oksigen. Ganggang dengan butir klorofilnya dalam air limbah melakukan proses fotosintesis dengan bantuan sinar matahari, sehingga tumbuh dengan subur. Pada proses sintesis untuk pembentukan karbohidrat dari H2O dan CO2 oleh klorofil di bawah pengaruh sinar matahari terbentuk O2. Kemudian oksigen ini digunakan oleh bakteri aerobik untuk melakukan dekomposisi zat-zat organik yang terdapat dalam air buangan. Di samping itu, terjadi pengendapan.

2.2 Konsep Pengelolaan Air Limbah Yang Berkelanjutan

Tujuan utama pengolahan air limbah adalah untuk mencegah penyebaran penyakit yang bisa menular melalui air limbah dan untuk mencegah kerusakan lingkungan (Pescod, 1992). Untuk mencapai tujuan tersebut, banyak konsep dan teknologi yang tersedia. Pemilihan sistem pengelolaan air limbah tergantung dari kondisi lingkungan lokal, situasi sosial-ekonomi, persepsi dan budaya masyarakat serta teknologi pengolahan air limbah yang tersedia.
Banyak contoh kasus di beberapa daerah yang mengalami kegagalan dalam mengelola air limbahnya karena tidak memperhatikan faktor keberlanjutan dari sistem tersebut. Oleh karena itu, faktor keberlanjutan harus menjadi prioritas utama dalam pemilihan sistem pengelolaan air limbah. Beberapa kriteria yang harus dapat dipenuhi oleh sistem pengelolaan air limbah yang berkelanjutan antara lain adalah (UNEP, 2004) :

·         Harus mempunyai pengaruh positif terhadap lingkungan,
·         sesuai dengan kondisi lokal,
·         sistem tersebut dapat diterapkan dan efisien (termasuk unjuk kerja dan
keandalannya), dan
·         Terjangkau oleh pihak yang harus membayar pelayanan (termasuk biaya
investasi, pengoperasian dan pemeliharaan).
Beberapa prinsip umum pemilihan sistem pengelolaan air limbah dapat
diterapkan dalam rangka mewujudkan konsep pengelolaan yang berkelanjutan.
Pencegahan dan pengurangan air limbah biasanya diacu juga sebagai produksi bersih (cleaner production). Tujuan utamanya adalah meminimalkan penggunaan air dan bahan-bahan yang dapat menimbulkan pencemaran. Hal ini dilandasi oleh pemikiran bahwa semakin sedikit air limbah yang dihasilkan, semakin mudah dan semakin murah pula pengelolaannya. Dalam kehidupan sehari-hari, penggunaan air oleh manusia jauh melebihi dari apa yang sebenarnya dibutuhkan oleh tubuh. Sebagai ilustrasi, kebutuhan air oleh tubuh manusia hanya berkisar antara 4 sampai 6 liter per orang per hari.
Sedangkan menurut beberapa penelitian, penggunaan air oleh manusia dibeberapa tempat bisa mencapai 100 sampai 120 liter per orang per hari. Tingginya pemakaian air tersebut dikarenakan kita menggunakan air untuk “mengangkut” kotoran yang kita hasilkan (untuk menggelontor WC, mencuci piring, mencuci sayuran, dan lain-lain). Praktek penggunaan air sebagai alat transpor limbah, selain merugikan secara penggunaan air, juga merugikan secara pengelolaan limbah. Dengan tingginya volume air limbah, maka kita juga harus menyediakan infrastruktur pengelolaan limbah (jaringan pipa dan instalasi pengolahan air limbah) yang besar dan mahal. Selain itu,
pengolahan air limbah limbah yang encer relatif lebih sulit jika dibandingkan dengan pengolahan air limbah yang pekat.
Beberapa pemikiran dapat dikemukakan sebagai upaya untuk mencegah dan mengurangi air limbah:
1.  Memperbaiki perilaku penggunaan air.
 Selama ini, masyarakat relatif boros dalam penggunaan air. Selain hal-hal yang telah disebutkan didepan, secara tidak sadar kadang-kadang kita menyia-nyiakan air dengan membiarkan keran tetap mengalir padahal bak air sudah penuh, terlalu banyak menggunakan air untuk mencuci sayur atau pakaian, memakai air berlebihan dengan berlama-lama mandi, dan lain-lain. Hal-hal tersebut dapat dikurangi dengan memberikan penyadaran pada masyarakat tentang pentingnya penghematan air melalui kampanye, penyuluhan, atau memasukkan ihwal perilaku penggunaan air kedalam kurikulum pendidikan dasar.
2. Memperkenalkan teknologi penghematan air.
Didalam lingkup rumah tangga, teknologi penghematan air bisa berupa toilet kering yang tidak membutuhkan terlalu banyak air untuk menggelontor kotoran atau alat pencuci alat makan yang menggunakan relatif sedikt. Dalam lingkup industri,
perlu diteliti lebih lanjut tentang proses yang telah dilakukan di industri tersebut apakah mempunyai peluang untuk penghematan air. Sebagai contoh, proses pembuatan bir di pabrik bir Heineken di Belanda, sebelum mengadopsi metode baru dalam pembuatan bir, memerlukan 27 liter air untuk memproduksi satu liter bir. Setelah diperkenalkan konsep baru dalam proses pembuatan bir, air yang diperlukan menurun drastis menjadi hanya 4,5 liter untuk membuat satu liter bir (Siebel dan Gijzen, 2002).


3. Memperkenalkan sistem
Dengan sistem insentif, terutama di bidang industri, penghematan air akan menjadi sesuatu hal yang amat menarik. Sedangkan menaikkan harga air, walaupun disatu pihak merugikan, akan secara otomatis membuat masyarakat untuk berpikir dua kali dalam penggunaan air.
4. Menggunakan sumber yang tepat untuk penggunaan yang tepat.
Penggunaan air dapat disesuaikan antara kualitas air dengan penggunaannya. Kualitas air yang tertinggi dipergunakan untuk keperluan konsums, sedangkan kulaitas air yang lebih rendah digunakan untuk keperluan yang lebih rendah pula. Sebagai contoh, air bekas untuk mencuci sayuran tidak langsung dibuang ke saluran air limbah namun dapat dipergunakan untuk menyiram halaman

2.3 Teknologi Alternatif Pengolahan Air Limbah
Seperti telah disinggung di bagian depan makalah ini, salah satu faktor yang sangat berpengaruh dalam menjaga keberlanjutan sistem pengelolaan air limbah adalah pemilihan teknologi pengolahan air limbah yang tepat. Banyak contoh sistem pengelolaan air limbah yang gagal karena pemilihan teknologi yang keliru. Sebagian besar dari sistem yang gagal tersebut disebabkan karena pengelola mengalami kesulitan dalam pembiayaan operasional maupun pemeliharaan teknologi pengolahan air limbah yang dipilih.
Pemilihan teknologi pengolahan air limbah sebaiknya mengunakan anggapan bahwa air limbah adalah sumber daya, bukan sesuatu yang harus dibuang. Air limbah harus dipandang sebagai sumber daya karena didalamnya terdapat 4 komponen, yaitu: air + energi + nutrien + peluang kerja.  Air, yang merupakan komponen utama dari air limbah, bila telah diolah dan memenuhi standar akan dapat dipergunakan untuk irigasi ataupun usaha perikanan. Zat organik, yang merupakan polutan dalam air limbah, bila pengolahannya tepat akan dapat diubah menjadi energi yang dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan masyarakat. Nutrien yang terdapat dalam air limbah juga dapat dimanfaatkan sebagai pupuk untuk lahan pertanian. Sedangkan. Apabila tepat pemlhan teknologinya,pengellaan air limbah akan memberikan peluang kerja yang tidak sedikit.
Secara umum, terminologi pengolahan air limbah secara alami (natural system) yang akan dibahas dalam makalah ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
·         Sistem pengolahan limbah secara alami bertujuan untuk memanfaatkan kembali nutrien, air dan energi yang terdapat pada air limbah,
·         Dalam pengolahan air limbah, yang diutamakan adalah proses penguraian secara anaerobik karena tidak memerlukan penyediaan oksigen secara mekanis sehinga akan mengurangi biaya operasional, dan
·         Apabila menggunakan proses aerobik untuk penguraian zat organik oksigen yang disediakan berasal dari proses fotosintesis maupun proses re-aerasi alami.
Berikut  beberapa metode pengolahan air limbah yang memenuhi terminologi pengolahan air limbah secara alami yaitu, pengolahan air limbah dengan proses anaerobik, kolam stabilisasi, rawa buatan dan kolam makrofita.


a. Pengolahan Air Limbah dengan Proses Anaerobik
Beberapa penelitian dari berbagai negara melaporkan bahwa pemanfaatan proses anaerobik untuk pengolahan limbah domestik dan limbah industri mempunyai tingkat keberhasilan yang cukup tinggi. Karena proses anaerobik berlangsung dengan baik pada suhu sekitar 30 – 40 oC, maka pada daerah tropis proses anaerobik ini mampu mencapai hasil pengolahan limbah yang cukup memuaskan. Pengurangan BOD dan COD bisa mencapai 70% sampai 90%. Meskipun demikian, hasil dari pengolahan anaerobik ini (terutama untuk pengolahan air limbah industri) masih relatif belum sesuai dengan ketentuan untuk dapat dibuang langsung ke badan air. Oleh karena itu, pengolahan tambahan masih diperlukan agar kualitas air hasil pengolahan cukup bagus untuk dapat dibuang langsung ke sungai.
b. Pengolahan Air Limbah dengan Kolam Stabilisasi (Waste Stabilization Ponds)
Kolam stabilisasi didefinisikan sebagai kolam dangkal buatan manusia yang menggunakan proses fisis dan biologis untuk mengurangi kandungan bahan pencemar yang terdapat pada air limbah. Proses tersebut antara lain meliputi pengendapan partikel padat, penguraian zat organik, pengurangan nutrien (P dan N) serta pengurangan organisme patogenik seperti bakteri, telur cacing dan virus (Polprasert, 1996).
Saat ini, pengolahan air limbah dengan sistem kolam stabilisasi cukup banyak digunakan di negara-negara tropis maupun sub-tropis. Bahkan, dikarenakan oleh kehandalan dan efisiensinya, sistem ini juga digunakan dibeberapa negara maju seperti Amerika Serikat dan Jerman. Kolam stabilisasi yang terdiri dari kolam anaerobik, fakultatif dan pematangan mampu mengurangi kandungan BOD air limbah sampai dengan 90%, sedangkan pengurangan bakteri coli (sebagai indikator adanya organisme patogen) dapat mencapai 99% (Veenstra, 2000).
c. Pengolahan Air Limbah dengan Kolam Makrofita (Macrophyte ponds)
Kolam makrofita (makrofita=tumbuhan air yang relatif berukuran lebih besar dari pada alga) adalah sejenis kolam pematangan yang memanfaatkan tumbuhan air yang terapung ataupun mengambang di dalam air. Tumbuhan air yang dipergunakan pada sistem pengolahan ini mampu menyerap nutrien anorganik (terutama P dan N) dalam jumlah yang relatif besar. Selain itu, sistem ini juga mampu untuk mereduksi kandungan logam berat yang terdapat pada air limbah (Pescod, 1992; Polprasert, 1996).
d. Pengolahan Air Limbah dengan Rawa Buatan (constructed wetlands)
Menurut US-EPA (1988), yang dimaksud dengan rawa adalah suatu daerah yang terendam oleh air permukaan atau air tanah dalam suatu periode tertentu yang memungkinkan terjadinya kondisi jenuh air pada tanah tersebut. Rawa buatan biasanya mempunyai kedalaman sekitar 0,6 meter berbentuk memanjang seperti kanal sempit. Dikarenakan prinsip dasar pengolahan air limbah dengan rawa buatan ini sama dengan prinsip kolam makrofita, maka rawa buatan ini harus ditanami dengan tumbuhan yang relatif toleran terhadap air seperti ekor kucing (Typha spp), bulrush (Scirpus spp) atau reed (Phragmites communis).




BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Air buangan/ air limbah adalah air yang tersisa dari kegiatan manusia, baik kegiatan rumah tangga maupun kegiatan lain seperti industri, perhotelan, dan sebagainya. Sebenarnya pengelolaan air limbah yang berkelanjutan tidaklah terlalu sulit dan membutuhkan biaya yang besar.Yang paling utama dibutuhkan adalah kemampuan dalam mengaplikasikan pendekatan pendekatan alternatif untuk mencapai hasil terbaik. Meskipun demikian, penyelesaian masalah air limbah bukanlah sesuatu yang generik, sehingga penyelesaian di satu tempat belum tentu cocok untuk diterapkan di lain tempat.
Untuk mencegah penurunan kualitas hidrosfir yang disebabkan oleh air limbah diperlukan pemilihan sistem pengolahan air limbah yang tepat agar tidak memberikan dampak yang buruk bagi lingkungan khususnya pada kesehatan masyarkat.

3.2 Saran
Pemerintah harus bertindak tegas terhadap setiap industri/badan pengelola agar setiap air limbah yang dibuang ke badan air sudah masuk dalam baku mutu yang telah ditetapkan, supaya limbah industri yang ada benar-benar tidak mengganggu kehidupan dan kesehatan manusia.

DAFTAR PUSTAKA

Nayono, S.E., 2005. Anaerobic Treatment of Wastewater from Sugar Cane Industry. Jurnal Inersia Vol. 1 No. 1. Jurusan Teknik Sipil dan Perencanaan, UNY
Pescod, M.B., 1992. Wastewater Treatment and Use in Agriculture: FAO Irrigation and Drainage Paper 47. Rome: FAO
Polprasert, C., 1996. Organic Waste Recycling, 2nd ed., Chichester: John Wiley and Sons
Polprasert C, Van der Steen NP, Veenstra S, and Gijzen HJ, 2001. Wastewater Treatment II: Natural System for Wastewater Management. Delft: International Institute for Infrastructure, Hydraulics and Environmental Engineering (IHE Delft).
United Nations, 2001. World Population Prospects - The 2000 Revision , New York: Population Division -Department of Economic and Social Affairs- United Nations.

3 komentar:

  1. wah menarik banget nih artikel nya , pengolahan limbah
    kebetulan saya sedang mencari tugas tentang limbah
    ijin copas

    Artikel tentang Septic Tank

    BalasHapus
  2. bang manarik sangat ni artikel...
    izin ambil ya bang..

    BalasHapus
  3. kebetulan aku punya ipal kayaknya bakterinya udah gak optimal lagi,bagaimana caranya membiakkan bakterinya lagi

    BalasHapus