BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Bakterial vaginosis adalah sindrom klinik
akibat pergantian Lactobacillus Spp penghasil hidrogen peroksida (H2O2) yang
merupakan flora normal vagina dengan bakteri anaerob dalam konsentrasi tinggi
(contoh: Bacteroides Spp, Mobilincus Spp), Gardnerella vaginalis, dan
Mycoplasma hominis. Jadi, bakterial vaginosis bukan suatu infeksi yang
disebabkan oleh suatu organisme, tetapi timbul akibat perubahan kimiawi dan
pertumbuhan berlebih dari bakteri yang berkolonisasi di vagina. Awalnya infeksi
pada vagina hanya disebut dengan istilah vaginitis, di dalamnya termasuk
vaginitis akibat Trichomonas vaginalis dan akibat bakteri anaerob lain berupa
Streptococcus dan Bacteroides sehingga disebut vaginitis nonspesifik. Setelah
Gardner menemukan adanya spesies baru yang akhirnya disebut Gardnerella
vaginalis, istilah vaginitis nonspesifik pun mulai ditinggalkan. Berbagai
penelitian dilakukan dan hasilnya disimpulkan bahwa Gardnerella melakukan
simbiosis dengan berbagai bakteri anaerob, sehingga menyebabkan manifestasi
klinis vaginitis, diantaranya termasuk dari golongan Mobilincus, Bacteriodes,
Fusobacterium, Veilonella, dan golongan Eubacterium, misalnya Mycoplasma
hominis, Ureaplasma urealyticum dan Streptococcus viridans.
Aktivitas seksual diduga mempunyai peranan
dalam hal timbulnya bakterial vaginosis, bagaimanapun melakukan hubungan
seksual bebas dan berganti-ganti pasangan akan meningkatkan resiko wanita itu mendapat
bakterial vaginosis.
Pemeriksaan yang dilakukan terhadap wanita dengan
bakteriologis vagina normal dan wanita dengan bakterial vaginosis, ditemukan
bakteri aerob dan bakteri anaerob pada semua perempuan. Lactobacillus adalah
organisme dominan pada wanita dengan sekret vagina normal dan tanpa vaginitis.
Lactobacillus biasanya ditemukan 80-95 % pada wanita dengan sekret vagina
normal. Sebaliknya, Lactobacillus ditemukan 25-65 % pada bakterial vaginosis.
Jika dibiarkan berlarut-larut
infeksi vaginitis bakterialis tersebut bisa membahayakan kehamilannya. Tak
hanya dapat menyebabkan persalinan prematur (prematuritas), vaginitis
bakterialis pada kehamilan juga dapat menyebabkan ketuban pecah sebelum
waktunya serta kelahiran bayi dengan berat lahir rendah (kurang dari 2500
gram).
Itu sebabnya, sangat diajurkan pada ibu hamil
agar segera melakukan pemeriksaan kehamilan tatkala mendapatkan dirinya
mengalami keputihan. Apalagi jika keputihan tersebut mulai timbul gejala gatal
yang sangat hingga cairan berbau.
B. Rumusan
Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penulisan ini
adalah
- Menjelaskan
tentang Pengertian Vaginosis bakterial
-
Memberikan gambaran tentang Diagnosis, Etiologi,
Epidemiologi, Gambaran Klinis, Prognosis, serta Patogenesis pada bahasan
vaginosois itu sendiri.
C. Tujuan
Penulisan
Untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh
dosen mata kuliah
BAB
II
PENJELASAN
UMUM PENYAKIT
A. Pengertian
Vaginosis bakterial
Vaginosis bakterial adalah keadaan abnormal
pada ekosistem vagina yang di-sebabkan bertambahnya pertumbuhan flora vagina
bakteri anaerob menggantikan Lactobacillus yang mempunyai konsentrasi tinggi
sebagai flora normal vagina.
Awalnya infeksi pada vagina hanya disebut
dengan istilah vaginitis, di dalamnya termasuk vaginitis akibat Trichomonas
vaginalis dan akibat bakteri anaerob lain berupa Peptococcus dan Bacteroides,
sehingga disebut vaginitis nonspesifik. Setelah Gardner menemukan adanya
spesies baru yang akhirnya disebut Gardnerella vaginalis, istilah vaginitis
nonspesifik pun mulai ditinggalkan. Ber¬bagai penelitian dilakukan dan hasilnya
disimpulkan bahwa Gardnerella melakukan simbiosis dengan berbagai bakteri
anaerob sehingga menyebabkan manifestasi klinis vaginitis, di antaranya
termasuk dari golongan Mobiluncus, Bacteroides, Fusobacterium, Veilonella, dan
golongan Eubacterium, misalnya Mycoplasma hominis, Ureaplasma urealyticum, dan
Streptococcus viridans.
Gardnerella vaginalis sendiri juga
merupakan bakteri anaerob batang gram variable yang mengalami hiperpopulasi sehingga
menggantikan flora normal vagina dari yang tadinya bersifat asam menjadi
bersifat basa. Perubahan ini terjadi akibat berkurangnya jumlah Lactobacillus
yang menghasilkan hidrogen peroksida. Lactobacillus sendiri merupakan bakteri
anaerob batang besar yang membantu menjaga keasaman vagina dan menghambat mikroorganisme
anaerob lain untuk tumbuh di vagina.
B. Epidemiologi
Penyakit bakterial vaginosis lebih sering
ditemukan pada wanita yang memeriksakan kesehatannya daripada vaginitis jenis
lainnya. Frekuensi bergantung pada tingkatan sosial ekonomi penduduk pernah disebutkan
bahwa 50 % wanita aktif seksual terkena infeksi G. vaginalis, tetapi hanya
sedikit yang menyebabkan gejala sekitar 50 % ditemukan pada pemakai AKDR dan 86
% bersama-sama dengan infeksi Trichomonas.
Pada wanita hamil, penelitian telah
didokumentasikan mempunyai prevalensi yang hampir sama dengan populasi yang
tidak hamil, berkisar antara 6%-32%.31 Kira-kira 10-30% dari wanita hamil akan
mendapatkan Vaginosis bacterialis selama masa kehamilan mereka.
Gardnerella vaginalis dapat diisolasi dari 15
% anak wanita prapubertas yang masih perawan, sehingga organisme ini tidak
mutlak ditularkan lewat kontak seksual. Meskipun kasus bakterial vaginosis
dilaporkan lebih tinggi pada klinik PMS, tetapi peranan penularan secara
seksual tidak jelas.
Bakterial vaginosis yang rekuren dapat
meningkat pada wanita yang mulai aktivitas seksualnya sejak umur muda, lebih
sering juga terjadi pada wanita berkulit hitam yang menggunakan kontrasepsi dan
merokok. Bakterial vaginosis yang rekuren prevalensinya juga tinggi pada pasangan-pasangan
lesbi, yang mungkin berkembang karena wanita tersebut berganti-ganti pasangan
seksualnya ataupun yang sering melakukan penyemprotan pada vagina.6
Hampir
90 % laki-laki yang mitra seksual wanitanya terinfeksi Gardnerella vaginosis,
mengandung G.vaginalis dengan biotipe yang sama dalam uretra, tetapi tidak
menyebabkan uretritis.
C. Etiologi
Ekosistem vagina adalah biokomuniti yang
dinamik dan kompleks yang terdiri dari unsur-unsur yang berbeda yang saling
mempengaruhi. Salah satu komponen lengkap dari ekosistem vagina adalah
mikroflora vagina endogen, yang terdiri dari gram positif dan gram negatif
aerobik, bakteri fakultatif dan obligat anaerobik. Aksi sinergetik dan
antagonistik antara mikroflora vagina endogen bersama dengan komponen lain,
mengakibatkan tetap stabilnya sistem ekologi yang mengarah pada kesehatan
ekosistem vagina. Asam laktat seperti organic acid lanilla yang dihasilkan oleh
Lactobacillus, memegang peranan yang penting dalam memelihara pH tetap di bawah
4,5 (antara 3,8 - 4,2), dimana merupakan tempat yang tidak sesuai bagi
pertumbuhan bakteri khususnya mikroorganisme yang patogen bagi vagina.
Kemampuan memproduksi H2O2 adalah mekanisme lain yang menyebabkan Lactobacillus
hidup dominan daripada bakteri obligat anaerob yang kekurangan enzim katalase.
Hidrogen peroksida dominan terdapat pada ekosistem vagina normal tetapi tidak
pada bakterial vaginosis. Mekanisme ketiga pertahanan yang diproduksi oleh
Lactobacillus adalah bakteriosin yang merupakan suatu protein dengan berat molekul
rendah yang menghambat pertumbuhan banyak bakteri khususnya Gardnerella
vaginalis.
G. vaginalis sendiri juga merupakan bakteri
anaerob batang variabel gram yang mengalami hiperpopulasi sehingga menggantikan
flora normal vagina dari yang tadinya bersifat asam menjadi bersifat basa
Pada bakterial vaginosis dapat terjadi
simbiosis antara G.vaginalis sebagai pembentuk asam amino dan kuman anaerob
beserta bakteri fakultatif dalam vagina yang mengubah asam amino menjadi amin
sehingga menaikkan pH sekret vagina sampai suasana yang sesuai bagi pertumbuhan
G. vaginalis. Beberapa amin diketahui menyebabkan iritasi kulit dan menambah
pelepasan sel epitel dan menyebabkan sekret tubuh berbau tidak sedap yang
keluar dari vagina.
Basil-basil anaerob yang menyertai bakterial
vaginosis diantaranya Bacteroides bivins, B. Capilosus dan B. disiens yang
dapat diisolasikan dari infeksi genitalia.
D. Gambaran
Klinis
Gejala yang paling sering pada bakterial
vaginosis adalah adanya cairan vagina yang abnormal (terutama setelah melakukan
hubungan seksual) dengan adanya bau vagina yang khas yaitu bau amis/bau ikan
(fishy odor).
Bau tersebut disebabkan oleh adanya amin yang
menguap bila cairan vagina menjadi basa. Cairan seminal yang basa (pH 7,2)
menimbulkan terlepasnya amin dari perlekatannya pada protein dan amin yang
menguap menimbulkan bau yang khas. Walaupun beberapa wanita mempunyai gejala
yang khas, namun pada sebagian besar wanita dapat asimptomatik. Iritasi daerah
vagina atau sekitar vagina (gatal, rasa terbakar), kalau ditemukan lebih ringan
daripada yang disebabkan oleh Trichomonas vaginalis atau C.albicans. Sepertiga
penderita mengeluh gatal dan rasa terbakar, dan seperlima timbul kemerahan dan
edema pada vulva. Nyeri abdomen, dispareuria, atau nyeri waktu kencing jarang terjadi,
dan kalau ada karena penyakit lain.
Pada pemeriksaan biasanya menunjukkan sekret
vagina yang tipis dan sering berwarna putih atau abu-abu, viskositas rendah
atau normal, homogen, dan jarang berbusa. Sekret tersebut melekat pada dinding
vagina dan terlihat sebagai lapisan tipis atau kelainan yang difus. Gejala
peradangan umum tidak ada. Sebaliknya sekret vagina normal, lebih tebal dan
terdiri atas kumpulan sel epitel vagina yang memberikan gambaran bergerombol.
Pada penderita dengan bakterial vaginosis
tidak ditemukan inflamasi pada vagina dan vulva. Bakterial vaginosis dapat
timbul bersama infeksi traktus genital bawah seperti trikomoniasis dan
servisitis sehingga menimbulkan gejala genital yang tidak spesifik.
E. Prognosis
Prognosis bakterial vaginosis dapat timbul
kembali pada 20-30% wanita walaupun tidak menunjukkan gejala. Pengobatan ulang
dengan antibiotik yang sama dapat dipakai. Prognosis bakterial vaginosis sangat
baik, karena infeksinya dapat disembuhkan. Dilaporkan terjadi perbaikan spontan
pada lebih dari 1/3 kasus. Dengan pengobatan metronidazol dan klindamisin
memberi angka kesembuhan yang tinggi (84-96%).
F. Diagnosis
Diagnosis bakterial vaginosis ditegakkan dari
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan mikroskopis. Anamnesis menggambarkan
riwayat sekresi vagina terus-menerus dengan bau yang tidak sedap. Kadang
penderita mengeluh iritasi pada vagina disertai disuria/dispareunia, atau nyeri
abdomen.
Pada pemeriksaan fisik relatif tidak banyak
ditemukan apa-apa, kecuali hanya sedikit inflamasi dapat juga ditemukan sekret
vagina yang berwarna putih atau abu-abu yang melekat pada dinding vagina.
Gardner dan Dukes (1980) menyatakan bahwa setiap wanita dengan aktivitas ovum
normal mengeluarkan cairan vagina berwarna abu-abu, homogen, berbau dengan pH 5
- 5,5 dan tidak ditemukan T.vaginalis, kemungkinan besar menderita bakterial
vaginosis.
Dengan hanya mendapat satu gejala, tidak
dapat menegakkan suatu diagnosis, oleh sebab itu didapatkan kriteria klinis
untuk bakterial vaginosis yang sering disebut sebagai kriteria Amsel (1983)
yang berpendapat bahwa terdapat tiga dari empat gejala, yaitu :
·
Adanya sekret vagina yang homogen, tipis,
putih, melekat pada dinding vagina dan abnormal
·
pH vagina > 4,5
·
Tes amin yang positif, yangmana sekret vagina
yang berbau amis sebelum atau setelah penambahan KOH 10% (Whiff test).
·
Adanya clue cells pada sediaan basah
(sedikitnya 20 dari seluruh epitel).
Diagnosis Banding
Ada beberapa penyakit yang menggambarkan
keadaan klinik yang mirip dengan bakterial vaginosis, antara lain :
·
Trikomoniasis
Trikomoniasis merupakan penyakit menular
seksual yang disebabkan oleh Trichomonas vaginalis. Biasanya penyakit ini tidak
bergejala tapi pada beberapa keadaan trikomoniasis akan menunjukkan gejala.
Terdapat dalam tubuh vagina berwarna
kuning kehijauan, berbusa dan berbau. Eritem dan edem pada vulva, juga vagina
dan serviks pada beberapa perempuan. Serta pruritos, disuria, dan dispareunia.
·
Kandidiasis
Kandidiasis merupakan suatu infeksi yang
disebabkan oleh Candida albicans atau kadang Candida yang lain. Gejala yang
awalnya muncul pada kandidiasis adalah pruritus akut dan keputihan.
BAB III
PENATALAKSANAAN
A. Pengobatan
Semua wanita dengan bakterial vaginosis
simtomatik memerlukan pengobatan, termasuk wanita hamil. Setelah ditemukan
hubungan antara bakterial vaginosis dengan wanita hamil dengan prematuritas
atau endometritis pasca partus, maka penting untuk mencari obat-obat yang
efektif yang bisa digunakan pada masa kehamilan. Ahli medis biasanya
menggunakan antibiotik seperti metronidazol dan klindamisin untuk mengobati
bakterial vaginosis.
a.
Terapi sistemik
·
Metronidazol merupakan antibiotik yang paling
sering digunakan yang memberikan keberhasilan penyembuhan lebih dari 90%,
dengan dosis 2 x 400 mg atau 500 mg setiap hari selama 7 hari. Jika pengobatan
ini gagal, maka diberikan ampisilin oral (atau amoksisilin) yang merupakan
pilihan kedua dari pengobatan keberhasilan penyembuhan sekitar 66%).4,6,16,20
·
Kurang efektif bila dibandingkan regimen 7
hari
·
Mempunyai aktivitas sedang terhadap
G.vaginalis, tetapi sangat aktif terhadap bakteri anaerob, efektifitasnya
berhubungan dengan inhibisi anaerob.
Metronidazol dapat menyebabkan mual dan urin
menjadi gelap.
·
Klindamisin 300 mg, 2 x sehari selama 7 hari.
Sama efektifnya dengan metronidazol untuk pengobatan bakterial vaginosis dengan
angka kesembuhan 94%. Aman diberikan pada wanita hamil. Sejumlah kecil
klindamisin dapat menembus ASI, oleh karena itu sebaiknya menggunakan
pengobatan intravagina untuk perempuan menyusui.
·
Amoksilav (500 mg amoksisilin dan 125 mg asam
klavulanat) 3 x sehari selama 7 hari. Cukup efektif untuk wanita hamil dan intoleransi
terhadap metronidazol.
·
etrasiklin 250 mg, 4 x sehari selama 5 hari.
·
Doksisiklin 100 mg, 2 x sehari selama 5 hari.
·
Eritromisin 500 mg, 4 x sehari selama 7 hari.
·
Cefaleksia 500 mg, 4 x sehari selama 7 hari.
b.
Terapi Topikal
·
Metronidazol gel intravagina (0,75%) 5 gram,
1 x sehari selama 5 hari.
·
Klindamisin krim (2%) 5 gram, 1 x sehari
selama 7 hari.
·
Tetrasiklin intravagina 100 mg, 1 x sehari.
·
Triple sulfonamide cream. (Sulfactamid 2,86%,
Sulfabenzamid 3,7% dan Sulfatiazol 3,42%), 2 x sehari selama 10 hari, tapi
akhir-akhir ini dilaporkan angka penyembuhannya hanya 15 – 45 %.
·
Pengobatan bakterial vaginosis pada masa
kehamilan. Terapi secara rutin pada masa kehamilan tidak dianjurkan karena
dapat muncul masalah. Metronidazol tidak digunakan pada trimester pertama
kehamilan karena mempunyai efek samping terhadap fetus. Salah satu efek samping
penggunaan Metronidazole ialah teratogenik pada trimester pertama. Dosis yang
lebih rendah dianjurkan selama kehamilan untuk mengurangi efek samping
(Metronidazol 200-250 mg, 3 x sehari selama 7 hari untuk wanita hamil).
Penisilin aman digunakan selama kehamilan, tetapi ampisilin dan amoksisilin
jelas tidak sama efektifnya dengan metronidazol pada wanita tidak hamil dimana
kedua antibiotik tersebut memberi angka kesembuhan yang rendah. Metronidazole
dapat melewati sawar placenta dan memasuki sirkulasi ketuban dengan pesat.
Studi reproduksi telah dilakukan pada tikus di dosis sampai lima kali dosis
manusia dan dinyatakan tidak ada bukti perburukan kesuburan atau efek bahaya ke
janin karena Metronidazole. Tidak ada efek fetotoxicity selama penelitian
pemberian Metronidazole secara oral untuk tikus yang hamil pada 20 mg / kg /
hari, dosis manusia (750 mg / hari) berdasarkan mg / kg berat badan.
·
Pada trimester pertama diberikan krim
klindamisin vaginal karena klindamisin tidak mempunyai efek samping terhadap
fetus. Pada trimester II dan III dapat digunakan metronidazol oral walaupun
mungkin lebih disukai gel metronidazol vaginal atau klindamisin krim.
·
Untuk keputihan yang ditularkan melalui
hubungan seksual. Terapi juga diberikan kepada pasangan seksual dan dianjurkan
tidak berhubungan selama masih dalam pengobatan.
Pengobatan secara oral atau lokal dapat
digunakan untuk pengobatan pada wanita hamil dengan gejala VB yang resiko
rendah terhadap komplikasi obstertri. Wanita tanpa gejala dan wanita tanpa
faktor resiko persalinan preterm tidak perlu menjalani skrening rutin untuk
pemngobatan bacterial vaginosis. Wanita dengan resiko tinggi persalinan preterm
dapat mengikuti skrining rutin dan pengobatan bacterial vaginosis. Jika
pengobatan untuk pencegahan terhadap komplikasi kehamilan dijalani, maka diharuskan
menggunakan metronidazole oral 2 kali sehari selama 7 hari. Topical (pada
vagina) tidak direkomendasikan untuk indikasi ini. Test skrining harus diulangi
1 bulan setelah pengobatan untuk memastikan kesembuhan.
B. Perawatan
Pemeriksaan
Penunjang
a. Pemeriksaan preparat basah ; Dilakukan
dengan meneteskan satu atau dua tetes cairan NaCl 0,9% pada sekret vagina
diatas objek glass kemudian ditutupi dengan coverslip. Dan dilakukan
pemeriksaan mikroskopik menggunakan kekuatan tinggi (400 kali) untuk melihat
clue cells, yang merupakan sel epitel vagina yang diselubungi dengan bakteri
(terutama Gardnerella vaginalis). Pemeriksaan preparat basah mempunyai
sensitifitas 60% dan spesifitas 98% untuk mendeteksi bakterial vaginosis. Clue
cells adalah penanda bakterial vaginosis.
·
Whiff test ; Whiff test dinyatakan positif
bila bau amis atau bau amin terdeteksi dengan penambahan satu tetes KOH 10-20%
pada sekret vagina. Bau muncul sebagai akibat pelepasan amin dan asam organik
hasil alkalisasi bakteri anaerob. Whiff test positif menunjukkan bakterial
vaginosis.
·
Tes lakmus untuk pH ; Kertas lakmus
ditempatkan pada dinding lateral vagina. Warna kertas dibandingkan dengan warna
standar. pH vagina normal 3,8 - 4,2. Pada 80-90% bakterial vaginosis ditemukan
pH > 4,5.5,6,12
·
Pewarnaan gram sekret vagina ; Pewarnaan gram
sekret vagina dari bakterial vaginosis tidak ditemukan Lactobacillus sebaliknya
ditemukan pertumbuhan berlebihan dari Gardnerella vaginalis dan atau Mobilincus
Spp dan bakteri anaerob lainnya.
Kultur
vagina ; Kultur Gardnerella vaginalis kurang bermanfaat untuk diagnosis
bakterial vaginosis. Kultur vagina positif untuk G. vaginalis pada bakterial
vaginosis tanpa grjala klinis tidak perlu mendapat pengobatan.
BAB
IV
PENCEGAHAN
PENYAKIT
Hal-hal
yang perlu dilakukan dalam menjaga kondisi tubuh adalah sbb :
-
Bersihkan organ intim dengan pembersih yang
tidak mengganggu kestabilan pH di sekitar vagina. Salah satunya produk
pembersih yang terbuat dari bahan dasar susu. Produk seperti ini mampu menjaga
seimbangan pH sekaligus meningkatkan pertumbuhan flora normal dan menekan
pertumbuhan bakteri yang tak bersahabat. Sabun antiseptik biasa umumnya
bersifat keras dan dapat flora normal di vagina. Ini tidak menguntungkan bagi
kesehatan vagina dalam jangka panjang.
-
Hindari pemakaian bedak pada organ kewanitaan
dengan tujuan agar vagina harum dan kering sepanjang hari. Bedak memiliki
partikel-partikel halus yang mudah terselip disana-sini dan akhirnya mengundang
jamur dan bakteri bersarang di tempat itu.
-
Selalu keringkan bagian ms v sebelum
berpakaian.
-
Gunakan celana dalam yang kering. Seandainya
basah atau lembab, usahakan cepat mengganti dengan yang bersih dan belum
dipakai. Tak ada salahnya Anda membawa cadangan celana dalam tas kecil untuk
berjaga-jaga manakala perlu menggantinya.
-
Gunakan celana dalam yang bahannya menyerap
keringat, seperti katun. Celana dari bahan satin atau bahan sintetik lain
membuat suasana disekitar organ intim panas dan lembab.
-
Pakaian luar juga perlu diperhatikan. Celana
jeans tidak dianjurkan karena pori-porinya sangat rapat. Pilihlah seperti rok
atau celana bahan non-jeans agar sirkulasi udara di sekitar organ intim
bergerak leluasa.
-
Ketika haid, sering-seringlah berganti
pembalut
-
Gunakan panty liner disaat perlu saja. Jangan
terlalu lama. Misalkan saat bepergian ke luar rumah dan lepaskan sekembalinya
kerumah.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bakterial vaginosis adalah suatu keadaan yang
abnormal pada vagina yang disebabkan oleh pertumbuhan bakteri anaerob dalam
konsentrasi tinggi (Bacteroides Spp, Mobilincus Spp, Gardnerella vaginalis,
Mycoplasma hominis) menggantikan flora normal vagina (Lactobacillus Spp) yang
menghasilkan hidrogen peroksida sehingga vagina yang tadinya bersifat asam (pH
normal vagina 3,8 – 4,2) berubah menjadi bersifat basa.
Pengobatan bakterial vaginosis biasanya
menggunakan antibiotik seperti metronidazol dan klindamisin. Untuk keputihan
yang ditularkan melalui hubungan seksual terapi juga diberikan kepada pasangan
seksual dan dianjurkan tidak berhubungan selama masih dalam pengobatan.
B. Saran
Kepada pihak kesehatan
reproduksi BKKBN maupun Dinas Kesehatan yaitu perlu
diadakannya
penyuluhan serta sosialisasi dan edukasi mengenai kesehatan reproduksi
dan cara merawat kebersihan organ genitalia yang baik dan benar pada masyarakat
maupun para siswa.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai
faktor-faktor yangmempengaruhi
kejadian keputihan dengan penegakan diagnosis keputihan yang atas dasar
gambaran klinis maupun pemeriksaan penunjang untuk menentukan keputihan
fisiologis.
DAFTAR
PUSTAKA
·
Ratna DP. Pentingnya menjaga organ
kewanitaan. Jakarta: Indeks, 2010. p.1-2;15-26;83-86
·
Medlineplus. Vaginal discharge (internet).
c2009 (cited 2011 feb). Available from:http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/003158.htm
·
Bobak, lowdermilk.2004. Buku Ajar Keperawatan
Maternitas Jakarta : EGC
KATA PENGANTAR
Rasa syukur yang dalam kami sampaikan ke hadirat Tuhan
Yang Maha Pemurah, karena berkat kemurahan-Nya tugas ini dapat kami selesaikan.
Dalam penyusunan ini kami membahas tentang" VAGINOSIS BAKTERIALIS” yakni suatu permasalahan
yang selalu dialami oleh setiap Wanita.
Kami menyadari
sepenuhnya masih banyak terdapat kelemahan dan kekurangan dalam penyusunan tugas ini, baik dari segi isi maupun
penulisannya. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat
membangun senantiasa kami harapkan demi penyempurnaan makalah ini di masa yang akan
datang.
Pada
kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas segala
bantuan semua pihak sehingga penyusunan
tugas ini dapat terselesaikan tepat waktu. Wassalam.
BauBau , 08 Mei 2012
Penulis
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar..................................................................................... i
Daftar
Isi................................................................................................. ii
BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang.......................................................................... 1
B. Rumusan
Masalah..................................................................... 2
C. Tujuan
Penulisan....................................................................... 2
BAB
II PENJELASAN UMUM PENYAKIT
A. Pengertian
Vaginosis bakterial............................................... 3
B. Epidemiologi............................................................................. 4
C. Etiologi....................................................................................... 5
D. Gambaran
Klinis........................................................................ 6
E. Prognosis................................................................................... 7
F. Diagnosis................................................................................... 7
BAB
III PENATA LAKSANAAN
A. Pengobatan............................................................................... 9
B. Perawatan.................................................................................. 12
BAB
IV PENCEGAHAN PENYAKIT.................................................. 13
BAB
V PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................ 15
B. Saran
......................................................................................... 15
DAFTAR
PUSTAKA............................................................................. 16